Pemerintah Filipina dan kelompok gerilyawan Muslim terbesar di negara itu telah menandatangani pakta perdamaian awal yang menguraikan langkah-langkah untuk mengakhiri konflik di selatan negara yang bermasalah tersebut pada tahun 2016.
Kepala perunding dari kedua belah pihak menandatangani “kerangka kerja perjanjian”, Senin kemarin (15/10) dalam sebuah upacara yang disiarkan televisi nasional di istana kepresidenan Malacanang yang dihadiri oleh Presiden Benigno Aquino, pimpinan Front Pembebasan Islam Moro (MILF) Murad Ebrahim dan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, yang negaranya menjadi broker kesepakatan.
Kerangka perjanjian menyerukan untuk pembentukan daerah otonom baru yang akan disebut Bangsamoro, atau bangsa Muslim, di wilayah selatan Mindanao, pada tahun 2016.
PBB, Amerika Serikat dan negara-negara lainnya telah menyambut peta jalan tersebut, yang dicapai setelah 15 tahun pasang surut perundingan antara MILF dengan pemerintah Filipina.
Namun, kepemimpinan MILF, serta pengamat independen dan pemerintah asing, memperingatkan jalan menuju perdamaian masih penuh dengan hambatan, dan penandatanganan kesepakatan Senin kemarin tidak menjamin diakhirinya konflik.
“Kami merasa terhormat untuk disambut di Manila, tapi saya harus menekankan, hal ini hanyalah awal dari perjalanan perdamaian,” kata wakil Ebrahim untuk urusan politik, Ghazali Jaafar, kepada kantor berita AFP, hari Minggu sebelum terbang ke ibukota negara.
Kelompok perlawanan Muslim Filipina telah berjuang untuk kemerdekaan penuh atau otonomi sejak 1970-an di Mindanao, yang mereka anggap tanah leluhur mereka sebelum Kristen Spanyol menjajah negara itu di tahun 1500-an.
Diperkirakan 4 hingga 9 juta Muslim sekarang menjadi minoritas di Mindanao setelah bertahun-tahun maraknya imigrasi Katolik, tetapi mereka tetap menjadi mayoritas di beberapa daerah.
Namun Muslim akan menjadi mayoritas di daerah otonom baru yang direncanakan.(fq/aljazeera)