Giliran kelompok feminismeTurki yang menggugat draft UU Turki pasca kemenangan pemilu oleh Partai Keadilan dan Pembangunan yang mulai memperjuangkan nilai-nilai agamis di negeri mereka.
Tak kurang dari 70 organisasi perempuan Turki menggugat draft undang-undang baru yang akan merevisi undang-undang lama. Menurut mereka, materi undang-undang tersebut ketinggalan zaman dan membuat Turki kembali beberapa tahun ke belakang.
Draft undang-undang yang kini masih digodog oleh parlemen Turki, akan menggantikan undang-undang yang telah diberlakukan di Turki pasca revolusi militer tahun 1980. Dalam undang-undang tersebut, kaum perempuan disebutkan sebagai bagian dari warga yang bisa menjadi obyek pelanggaran HAM, dan karenanya perlu mendapat perlindungan. Termasuk yang digugat dalam isi draft undang-undang tersebut adalah, terkait pembolehan pelajar dan mahasiswi untuk masuk kampus dengan tetap memakai jilbab.
Perdana Menteri Turki Recep Thayep Erdogan, berupaya menenangkan masyarakat yang mengkritisi draft undang-undang Turki itu. Ia mengatakan dirinya akan tetap memperhatikan dan mengakomodir semua masukan dari masyarakat.
Undang-undang yang sekarang berlaku di Turki memuat pasal yang menjamin persamaan hak untuk laki-laki maupun perempuan. Dan LSM perempuan Turki, sangat berupaya agar hak persamaan itu tetap ada dalam undang-undang yang baru. Sedangkan isi draft undang-undang menyebutkan kaum perempuan sebagai kelompok yang rawan mendapatkan pelanggaran hak, dan karenanya mereka perlu dilindungi.
Menurut kaum feminis yang aktif dalam LSM perempuan Turki, pasal undang-undang seperti itu menunjukkan bahwa Turki sama dengan masyarakat yang didominasi kaum pria. “Jika pemerintah meloloskan pasal tersebut, maka itu akan menegaskan bahwa ideologi pemerintah dan kebijakannya ada dalam lingkup mendikotomikan antara perempuan dan laki-laki. Atau dengan kata lain, perempuan adalah kelompok masyarakat yang harus dilindungi, ” ujar Shielen Leirmoglo, salah satu pemimpin LSM perempuan Turki.
Ia menambahkan, “Tidak, kita tidak perlu perlindungan. Kita memerlukan persamaan. Dan ini yang kami tuntut. ”
Terkait pasal yang membolehkan perempuan memakai jilbab, ia mengatakan hingga saat ini belum ada kesepakatan sikap terhadap masalah jilbab yang dikenakan lebih dari 60% perempuan Muslimah Turki. (na-str/bbc)