Faksi Fatah yang saat ini memegang kendali pemerintahan di Palestina, dikabarkan sedang merancang draft rekonsiliasi dengan Hamas. Salah satu butir draft rekonsiliasi itu adalah "perlucutan senjata" faksi Hamas.
Surat kabar terbitan Israel Haaretz, edisi Jumat (4/7) menyebutkan, Perdana Menteri Palestina Salam Fayyad sedang menyusun draft rekonsiliasi yang akan ditawarkan ke Hamas. Menurut sumber yang dekat dengan Fayyad, upaya rekonsiliasi itu akan melibatkan delegasi dari Mesir yang akan bertindak sebagai penengah dan kemungkinan pengerahan pasukan ke Ghaza.
Draft tersebut menetapkan "perlucutan senjata" Hamas dan kelompok-kelompok pejuang Palestina lainnya. Namun "perlucutan senjata" berdasarkan rencana Fayyad, bukan perintah agar Hamas dan kelompok-kelompok pejuang lainnya menyerahkan senjata-senjata mereka, tapi permintaan agar mereka membuat pernyataan tidak akan menggunakan senjata-senjata tersebut.
Sumber tadi mengungkapkan, Fayyad yakin bisa memaksa para pejuang Palestina untuk tidak menggunakan senjata-senjata mereka, setelah melihat tercapainya kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan kelompok-kelompok pejuang Palestina di Jalur Ghaza.
Dalam draft yang dibuatnya, Fayyad juga akan merancang sebuah pemerintahan transisi yang akan menguasai seluruh wilayah Palestina, Tepi Barat dan Jalur Ghaza. Pemerintahan transisi itu akan melibatkan pejabat-pejabat pemerintahan yang tidak berafiliasi ke Hamas maupun Fatah, tapi mereka bisa diterima oleh kedua faksi yang tersebut.
Selain membentuk pemerintahan transisi, draft rekonsiliasi yang disusun Fayyad menyinggung soal pemilihan anggota parlemen dan pemilihan presiden baru yang pelaksanaannya berdasarkan kesepakatan antara Fatah dan Hamas. Tapi pemilihan presiden dijadwalkan akan digelar bulan Januari tahun depan.
Belum ada komentar dari pihak Hamas tentang draft rekonsiliasi ini. Fatah dan Hamas sudah dua kali melakukan upaya rekonsiliasi. Yang pertama dimediasi oleh Arab Saudi dan yang kedua dimediasi oleh Yaman, ketika Hamas berhasil mengambil alih Jalur Ghaza dari Fatah.
Namun upaya rekonsiliasi itu menemui jalan buntu, karena perbedaan penafsiran baik dari pihak Hamas maupun Fatah tentang persyaratan yang tercantum dalam hasil dialog itu.
Hubungan antara Hamas dan Fatah memburuk sejak Hamas memenangkan pemilu parlemen di Palestina tahun 2006 lalu. Situasinya makin memburuk bagi Hamas, karena negara-negara Barat yang cenderung berpihak pada Fatah, melakukan blokade ekonomi dan sosial terhadap Hamas. (ln/iol)