Perdana Menteri Turki, Recep Tayyib Erdogan, menyatakan keprihatinannya dengan hasil pemilu Israel, yang menunjukkan semakin kuat kecenderungan pilihan rakyat Israel kepada tokoh-tokoh partai yang berhaluan kanan, dan ekstrim.
‘Trioka’ baru yang mendapatkan dukungan suara paling banyak di pemilu Israel, yaitu Tzipi Livni (Kadima), Benyamin Natenyahu (Likud), dan Avigdor Lieberman (Yisrael Bietenuo), membuat semakin jauhnya usaha kearah perdamaian.
Dalam wawancara dengan telivisi Turki, Erdogan, hari Sabtu, menyatakan bahwa hasil pemilu di Israel akan membuat masa depan wilayah Palestina menjadi ‘gelap’, ujarnya. Namun, Erdogan menekankan pemerintah Israel, yang akan datang, mencapai kebijakan baru, guna mengakhiri pengepungan terhadap Gaza, dan menambahkan sesungguhnya kebijakan pengepungan telah gagal.
Perdana Menteri Turki, Recep Erdogan, menegaskan kepada Israel, bahwa rakyat Palestina mempunyai hak hidup, dan kebebasan dari pengepungan, yang bertentangan dengan hak asasi manusia.
Pemerintah Turki akan terus mengupayakan usaha-usaha menghetikan blokade dan embargo terhadap rakyat Gaza, yang dilakukan oleh Israel. Dengan menggunakan seluruh kemampuan diplomasi yang ada. Departemen Luar Negeri Turki, juga melakukan protes atas pernyataan Jendral Avi Mizrahi, yang menuduh Turki, melakukan pelanggaran terhadap rakyat Armenia dan Kurdi, serta Cyprus. Deparlu Turki telah melayangkan surat protes yang ditunjukkan kepad Dubes Israel di Ankara, Gabby Levy, tentang pernyataan Avi Mizrahi.
Dibagian lainnya, juru bicara Brigade al-Qassam, Abu Obeida, menegaskan bahwa perjanjian gencatan senjata mutlak harus dikaitkan dengan pembebasan tawanan Palestina, termasuk tiga tokoh Hamas, yaitu Abdullah Barghouti, Ibrahim Hamed, dan Abbas al-Sayyed, yang dituduh oleh aparat keamanan Israel, terlibat dengan peristiwa pembantaian di Hotel Park, Netaya. Kemungkinan pertukaran tawanan ini, mencakup tokoh al-Fatah, Marwan Barghouti.
Sejauh ini, setiap rencana gencatan senjata yang diajukan Israel, mencakup pembebasan Kopral Gilad Shalid. Sementara itu, Hamas menolak setiap ide gencatan senjata dikaitkan dengan pembebasan Gilad Shalid. Hamas hanya bersedia gencatan senjata dikaitkan dibukanya kembali seluruh pintu (gate), yang menghubungkan wilayah Gaza dengan duni luar. Termasuk pintu gerbang Rafah,yang sampai sekarang masih ditutup oleh Mesir.
Olmert berkejaran dengan waktu yang sangat sulit, dan ingin mendapatkan kesan yang baik di mata rakyat Israel, ia akan menjalankan kebijakan apa saja, yang dapat digunakan untuk membebaskan Kopral Gilad Shalid, yang sekarang menjadi isu utama dikalangan rakyat Israel. Olmert melalui utusan khususnya Mayor Jendral Amos Gilad, yang melakukan pertemuan dengan Kepala Intelejen Mesir, Omar Sulaiman, mendorong terjadinya pertukaran tawanan termasuk dengan Shalid.
Namun, Hamas masih mempertimbangkan masalah yang lebih luas, bukan hanya menyangkut tawanan, tapi perudingan yang perjanjian gencatan senjata, di mana Hamas hanya mengnginkan 18 bulan, sementera itu fihak Israel menginginkan perjanjian sifatnya permanen, dan meminta Hamas mengakui hak hidup Israel. (m/pic)