Emir Kuwait, Syaikh Sabah al-Ahmad Al-Sabah, menolak menandatangani RUU yang disahkan oleh parlemen yang menetapkan hukuman mati bagi orang melakukan pelecehan terhadap agama, sumber-sumber di parlemen menyatakan Rabu kemarin (6/6).
Pemerintah negara Teluk yang kaya minyak tersebut telah mengirimkan kembali RUU kepada parlemen pada Rabu kemarin, kata sumber, menunjukkan bahwa RUU telah ditolak oleh Emir.
Emir memiliki kekuasaan untuk menolak RUU yang disahkan oleh parlemen yang dipilih, tetapi parlemen dapat mengesampingkan penolakan tersebut dengan mengirimkan RUU lagi dengan dukungan mayoritas dua pertiga dari 49 anggota parlemen dan 16 menteri kabinet.
RUU yang disahkan oleh parlemen bulan lalu, menetapkan bahwa “Muslim” yang menghina Allah, Al-Quran, semua nabi Islam dan istri-istri Nabi Muhammad beserta sahabatnya akan dihukum mati atau dipenjara seumur hidup.
RUU ini memperkenalkan dua artikel baru untuk hukum pidana negara Teluk, khusus untuk memperkeras hukuman bagi kejahatan tersebut. Non-Muslim yang melakukan pelanggaran yang sama akan mendapatkan hukuman penjara tidak kurang dari 10 tahun, menurut RUU itu.
Terdakwa yang bertobat di pengadilan akan terhindar dari hukuman mati, tetapi akan mendapatkan hukuman penjara selama lima tahun dan denda $ 36.000 atau salah satu darinya, sementara pertobatan oleh mereka yang mengulangi kejahatan tidak dapat diterima, RUU mengatakan.
Langkah hukuman mengeras terkait atas kejahatan agama yang terjadi setelah pihak berwenang menahan Hamad al-Naqi yang ditangkap karena menghina Nabi Muhammad, istrinya Aisya dan beberapa sahabatnya di akun twitternya.(fq/afp)