Eksploitasi Wanita dalam Konflik Suriah

Para wanita di Suriah telah menjadi salah satu senjata dalam peperangan antara para pejuang melawan pasukan pemerintah.

Jumlah wanita di Suriah setengah dari jumlah total penduduk, namun mereka seringkali tidak terlihat dalam kancah politik dan diskusi-diskusi media sejak pecahnya konflik dua tahun lalu.

Hari ini, para ibu, istri dan anak-anak perempuan jumlahnya makin bertambah dalam keterlibatannya berperang di garis depan dalam perang antara pejuang oposisi melawan rezim pemerintah.

Meski para wanita Suriah dibolehkan untuk bergabung dalam pasukan militer, akhir-akhir ini terjadi lonjakan besar dalam jumlah wanita yang  masuk ke dalam Pasukan Pertahanan Nasional, yang serupa dengan angkatan bersenjata.

Beberapa laporan mengatakan Presiden Bashar al-Assad telah merekrut banyak wanita untuk mengawal pos-pos penjagaan dalam upayanya melawan perlawanan dengan pasukannya yang semakin melemah. Dikatakan bahwa sekitar 500 orang wanita telah direkrut ke dalam pasukan paramiliter yang dikenal sebagai “Singa Betina Pertahanan Nasional”. Tugas para tentara wanita tersebut adalah melakukan pengecekan terhadap para wanita Suriah yang berhijab. Mereka merupakan bagian penting dari strategi Assad melawan para pejuang, mengingat ia dengan putus asa mencoba mendapatkan kembali kontrol terhadap kota-kota di negara tersebut.

Pada kubu pejuang oposisi Suriah, peran wanita dalam peperangan tidak terlalu besar, sejumlah dari mereka telah aktif dalam konflik 23 bulan tersebut.

Dalam peperangan sebelumnya, kekerasan seksual telah menjadi kebiasaan di Suriah. Sebuah laporan oleh Komite Penyelamatan Internasional di awal tahun mengatakan bahwa pemerkosaan adalah ciri yang “signifikan dan mengganggu” dalam peperangan ini.

Dilaporkan bahwa para wanita menyebutkan bahwa kekerasan seksual merupakan alasan utama mereka untuk pergi dari Suriah. Laporan juga memberikan dokumentasi kekerasan yang dilakukan di publik dan rumah-rumah mereka, terutama oleh para pria pasukan bersenjata.

“Banyak kejahatan terjadi. Ada pemerkosaan terencana, jika anda selamat anda akan ditembak. Jika anda selamat dari tembakan, anggota badan anda mungkin saja rusak. Peningkatan kejahatan berdampak  traumatik, dan saya tidak mengerti apa yang terjadi. Ada apa dengan para wanita di seluruh dunia … Ini tidak bisa diterima; ini pemerkosaan dalam sebuah genosida.”

-Aida Dalati, Aktivis & Penulis Suriah-

“Jika ada teroris, maka itu adalah rezim yang telah melakukan pembunuhan dan teror kepada penduduknya. Dan saya sedih bahwa para wanita tidak dalam keadaan baik. Rezim Suriah telah memberikan penghormatan dalam pembunuhan dan seringkali kepada para pria yang telah menyudutkan para wanita selama lebih dari 40 tahun. Sebuah negara yang dipimpin oleh keamanan dan militer, dan bukan negara feminis dan egaliter.”

-Afra Jalabi, Koalisi Nasional Suriah-

(Ds)