Keputusan Presiden AS, Barack Obama untuk memboikot Konferensi Durban II, kemudian diikuti oleh Kanada, Italia, Prancis, dan tentu saja Israel, membuat bangsa Zionis itu menarik nafas lega. Bukan hanya sekadar pemenuhan janji yang telah diucapkan oleh para penasihat Obama selama ini, tetapi juga merupakan sebuah sinyal kuat, bahwa adminstrasi AS yang baru, "mempunyai hati" terhadap Yahudi.
Hal itu dipertegas dengan kedatangan Hillary Clinton ke Israel pekan ini; Yahudi jelas mengharap banyak dari hubungan Israel-AS di masa mendatang. Selama di Israel, Hillary mengikrarkan komitmennya terhadap Israel. Hal paling mendasar yang menjadi perhatian Israel adalah bagaimana sebenarnya Obama memosisikan pemerintahan baru Israel di bawah Benjamin Netanyahu. Hillary meyakinkan Netanyahu bahwa apapun yang terjadi, AS akan tetap membantu Israel untuk menerapkan sistem dua negara.
Beberapa pekan belakangan ini, Israel memang dilanda ketakutan akan banyak hal. Berawal dari berbagai reaksi anti-Semit yang menggejala di Eropa, Israel merasa dikhianati oleh berbagai pemerintahan Barat sehubungan tidak adanya sanksi para pemerintah itu kepada rakyatnya yang melakukan protes terhadap Israel. Kecuali Inggris tentunya yang telah menunjukan loyalitas yang hebat terhadap Israel. Pemerintahnya memberlakukan UU anti-teror yang jelas-jelas menyudutkan orang Islam dan menguntungkan posisi Yahudi. Perdana Menteri Gordon Brown putra seorang Yahudi, dan ia telah menunjukannya secara jelas dalam segala kebijakannya selama ini.
Apa yang menjadi permasalahan bagi Israel sekarang ini adalah kinerja para pemimpin Yahudi di Gedung Putih dan Downing Street untuk menggerakan orang-orang yang peduli dengan Israel. Sekadar contoh, jika warga Inggris dan AS telah sepakat memboikot pertemuan Durban II dan keputusannya, tapi mereka pun menuntut Israel untuk membuka Jalur Gaza, bagaimana pemimpin Yahudi menyikapi ini? Siapa yang akan didukung oleh orang AS dan Inggris dalam skenario seperti ini?
Ada beberapa ulangan kejadian yang sama di masa lalu, terutama saat George Bush berkuasa. Tepatnya setelah ledakan perang AS-Iraq. Saat itu, Israel diam-diam memperlebar pemukimannya di tanah Palestina, dan Bush dengan sekretarisnya, Jim Baker, mengatakan "Biarkan saja!". Apakah Obama pun nanti akan bersikap sama? Itu yang harus diuji dan dibuktikan dalam beberapa bulan ke depan. Jika tim Obama-Hillary sukses mempertahankan imej hubungannya dengan Iran, maka akan menjadi lebih mudah bagi koalisi Netanyahu dan Avigdor Lieberman untuk mengambil jatah "menggarap" Palestina. Siapa yang duluan cepat, maka itulah yang akan segera mengambil kesempatan. (sa/hrtz)