Deman anti-jilbab merambah Kosovo, wilayah di Eropa yang mayoritas penduduknya Muslim. Dua sekolah menengah di provinsi ini mengeluarkan tiga siswinya karena bertahan untuk tetap mengenakan jilbab di sekolah.
Sekolah Menengah Hamez Jashari, mengeluarkan dua siswinya bernama Fatmire Jashari dan Valbona Kabashi dari sekolah, pada 14 September kemarin. Pada hari yang sama, Sekolah Menengah Anton Ceta mengeluarkan siswinya, Mihane Veliu juga karena mengenakan jilbab.
Kasus ini tentu saja mengundang keprihatinan para pemuka muslim di negeri itu. Korab Hajraj, imam di kota Skenderaj, sebelah barat laut wilyah Pristina di Kosovo menilai tindakan kedua sekolah menengah itu telah mengabaikan hak-hak asasi manusia yang paling minimum.
"Kami sudah berupaya keras untuk menjelaskan pada kedua sekolah itu tentang masalah jilbab ini, bahwa pendidikan berbasis sekuler di Kosovo tidak bertentangan dengan kebebasan para siswinya untuk mengenakan jilbab, " papar Hajraj.
Ia menyatakan, jilbab bukan untuk propaganda di sekolah-sekolah, tapi merupakan kewajiban dalam kehidupan Muslim.
Imam Hajraj menilai tidak sah, keputusan kedua sekolah di Skenderaj memecat siswinya yang mengenakan jilbab. Karena, menurutnya, tidak ada peraturan yang melarang jilbab di sekolah-sekolah dan banyak sekolah menengah di kota lain di Kosovo yang mengizinkan jilbab.
Untuk itu Hajraj menyatakan akan melakukan berbagai upaya untuk membawa kasus ini ke jalur hukum, agar ketiga siswi itu bisa kembali ke sekolah.
Terkait masalah jilbab ini, Kepala Sekolah Anton Ceta, Bakim Latifi mengatakan bahwa dirinya dan kepala sekolah Hamez Jashari sudah meminta otoritas berwenang di kotanya untuk mengklarifikasi legalitas jilbab di sekolah-sekolah.
"Kami belum menerima opini hukum, tapi mereka mengatakan pada kami bahwa ketiga siswi itu harus patuh pada aturan berpakaian di sekolah dan harus melepas jilbabnya, " kata Latifi.
Ia mengungkapkan, dirinya dan para kepala sekolah lainnya tetap akan melarang siswi berjilbab di sekolahnya, sampai lembaga yang berwenang mengurusi masalah pendidikan mengeluarkan dekrit larangan berjilbab atau siswi yang mengenakan jilbab melepaskan jilbabnya.
Dimintai tanggapannya, badan urusan pendidikan Muhamet Bajraktari mengatakan bahwa ketiga siswi itu bisa kembali sekolah, hanya jika sudah ada aturan hukum tentang jilbab.
"Saya tidak akan mengizinkan mereka kembali ke sekolah, kecuali sudah ada aturan yang dengan tegas menyatakan bahwa jilbab dibolehkan di sekolah-sekolah, " ujarnya.
Sementara itu, orang tua ketiga siswi berjilbab itu sudah meminta agar pihak sekolah membatalkan keputusannya mengeluarkan anak-anak mereka dari sekolah. Apalagi ketiga siswi itu diakui oleh para guru dan kepala sekolahnya, sebagai siswi yang cerdas. Namun permohonan mereka tidak ditanggapi pihak sekolah.
Kota Skenderaj tempat siswi itu tinggal memiliki jumlah penduduk sekitar 70. 000 jiwa yang semuanya Muslim. Di kota ini terdapat 14 masjid dan dua sekolah tempat para siswi itu belajar, adalah satu-satunya sekolah menengah di Skenderaj.
Islam merupakan agama resmi di Kosovo yang saat ini masih berada dalam penguasaan PBB, wilayah itu kini sedang memperjuangkan kemerdekaannya dari Serbia. (ln/iol)