Hala El Malki dan Ghada El Tawil dua presenter televisi di Mesir, tidak kenal lelah memperjuangkan hak mereka mengenakan jilbab. Selama empat tahun mereka berjuang agar pihak manajemen stasiun televisi tempat mereka bekerja, mematuhi dua keputusan pengadilan yang telah memenangkan kasus mereka.
Semuanya berawal di tahun 2002. Hala dan Ghada memutuskan mengenakan jilbab, namun pihak manajemen stasiun televisi nasional Mesir keberatan dan akhirnya tidak lagi menugaskan Hala dan Ghada muncul di televisi.
Merasa haknya dilanggar, Hala dan Ghada mengajukan tuntutan ke pengadilan dan pengadilan memenangkan gugatan mereka serta memerintahkan stasiun televisi tempat mereka bekerja agar mengembalikan hak mereka untuk tampil kembali. Ini terjadi pada tahun 2003.
Namun pihak manajemen menolak melaksanakan putusan pengadilan itu. Hala dan Ghada tetap tidak diizinkan tampil, sehingga mereka kembali mengajukan gugatan ke pengadilan. Tahun 2005, pengadilan memenangkan kasus mereka, tapi pihak manajemen televisi tempat Hala dan Ghada bekerja, tetap tidak mau mematuhi putusan pengadilan.
Bulan Maret kemarin, keduanya berusaha lagi mengajukan gugatan untuk memaksa manajemennya melaksanakan dua putusan pengadilan sebelumnya, namun pengajuan gugatan Hala dan Ghada ditolak. Pengadilan beralasan bahwa mereka sudah mengeluarkan putusan atas kasus tersebut.
Oleh sebab itu, dua pembawa acara perempuan Mesir itu kini sedang menempuh langkah untuk membawa kasus ini ke pengadilan internasional dan agar mereka bisa memperjuangkan hak-hak mereka.
"Kami akan melakukan sejauh yang harus kami lakukan, adalah hak kami untuk mengenakan jilbab, " kata Ghada El-Tawil pada BBC.
Ia mengatakan, sekitar 75 persen kaum perempuan di Mesir mengenakan jilbab. Dan sebagai seorang pembawa acara televisi, jika mereka ingin mengenakan jilbab, bukan dengan maksud untuk keluar dari kelaziman dan bukan untuk untuk tujuan politis.
"Kalau saya seorang dokter atau seorang profesor di universitas, tidak akan ada masalah buat saya jika mengenakan jilbab di televisi. Lantas, mengapa saya tidak boleh mengenakannya ketika saya membacakan berita, " ujar Ghada.
Organisasi-organisasi hak asasi manusia menyatakan bahwa kedua pembawa acara televisi itu berhak mengenakan jilbab sebagai wujud dari kebebasan pribadi mereka. Namun ada juga warga masyarakat yang menentang dan mempertanyakan apakah pembawa acara berjilbab akan terlihat bagus di televisi.
"Saya tidak suka melihat pembawa acara mengenakan jilbab. Pada dasarnya, saya tidak suka melihat masyarakat saya menuju ke arah ini. Ini bukan Mesir, ini bukan negara saya, ini bukan Mesir saya, " kata seorang warga Cairo.
Warga lainnya mengatakan, "Ada kode etik berpakaian yang harus mereka ketahui. Kalau kedua pembawa acara ini ini memaksa mengenakan jilbab, mereka harus memilih pekerjaan lain. Membawa kasus ini ke pengadilan internasional tidak akan memecahkan persoalan apapun. "
Selama empat tahun belakangan ini, lebih dari 30 pembawa acara perempuan yang bekerja di stasiun televisi milik pemerintah, telah mengorbankan jilbabnya demi pekerjaan mereka. Jika Hala dan Ghada akhirnya bisa kembali tampil di televisi dengan jilbabnya, pihak manajemen khawatir presenter perempuan lainnya akan mengikuti langkah keduanya, mengenakan jilbab. (ln/BBC/arabworldnews)