Dua menteri kabinet Olmert mendesak pemerintah agar membuka diri untuk berdialog dengan Hamas. Namun kantor perdana menteri Israel tetap menolak untuk berdialog dengan faksi pejuang Palestina yang sampai detik ini tetap konsisten tidak mau mengakui eksistensi Israel.
Menteri Transportasi Shaul Mofaz dan Menteri Infrastruktur Benjamin Ben-Eliezer menyatakan, jika Hamas serius mengajukan tawaran gencatan senjata, Israel selayaknya menanggapinya dengan serius pula.
Menurut Ben-Eliezer, bukan hal yang penting jika Hamas tetap tidak mau mengakui eksistensi Israel. "Jika Hamas datang pada kita dan serius menawarkan gencatan senjata jangka panjang, menurut saya Israel tidak selayaknya menolak tawaran itu, " ujarnya.
Ben-Eliezer mengatakan, yang paling penting adalah Hamas menghentikan serangan roketnya dan serangan-serangan lainnya dari Ghaza ke wilayah Israel, dan Hamas setuju untuk tidak lagi menyelundupkan senjata dari perbatasan Mesir. Menurut Ben-Eliezer, Hamas sudah "menunjukkan tanda-tanda kelelahan" menghadapi sanksi ekonomi dan operasi-operasi militer Israel ke Ghaza.
Namun kantor perdana menteri Israel nampaknya tidak bergeming dan menyatakan bahwa mereka tidak akan pernah mempertimbangkan gencatan senjata, meski tawaran itu datang dari Hamas. "Israel hanya mau bicara dengan pemimpin otoritas Palestina, Mahmud Abbas dan tidak dengan kelompok ekstrimis, " kata seorang pejabat kantor perdana menteri Israel.
Pejabat itu melanjutkan, "Kami tidak akan membiarkan kelompok teroris (Hamas) untuk menyerang atau menggalang kekuatan. Kami akan tetap menerapkan semua langkah yang dianggap penting untuk menghentikan Hamas menyerang kota-kota kami."
Padahal sejak Konferensi Annapolis di Maryland, AS, Israel melakukan sejumlah serangan ke Jalur Ghaza yang menyebabkan 20 warga sipil maupun pejuang Palestina tewas. (ln/aljz)