Basketball Writers Association di AS memberikan penghargaan "Most Courageous Award" pada dua atlet bola basket muslim, Arsalan Kazemi (putera) dan Bilqis Abdul-Qaadir (puteri). Penghargaan itu diberikan karena keberanian keduanya melawan sikap Islamofobia, kefanatikan dan ketidakpedulian masyarakat AS terhadap Islam dan Muslim.
Kazemi adalah atlet bola basket AS pertama keturunan Iran yang terdaftar dalam Divisi I National Collegiate Athletic Association (NCAA) di AS. Perjalanan karirnya agar bisa bermain di klub bola basket di AS harus melalui berbagai rintangan. Persoalan politik antara AS dan Iran, menyebabkan Kazemi harus menempuh jarak 500 mil ke Doha–ibukota Qatar–agar bisa mendapatkan visa ke AS.
Sesampainya di AS, Kazemi mengalami perlakuan yang tidak mengenakkan karena ia seorang muslim. Ketika tiba di Bandara Internasional George Bush di Houston, petugas bandara langsung membawanya ke ruangan khusus dan memeriksa Kazemi dari ujung rambut sampai ujung kaki, lalu menginterogasinya selama enam jam.
"Saya bukan teroris. Kalau Anda tidak percaya, silahkan deportasi saya," kata Kazemi pada petugas bandara.
Kazemi juga harus menyembunyikan identitasnya, bahwa ia lahir dan dibesarkan di Iran. Jika ada orang bertanya, Kazemi menjawab bahwa ia berasal dari Timur Tengah. Tapi pengalaman di sebuah tempat pengusian bahan bakar menyadarkannya bahwa menyembunyikan jati dirinya bukan pilihan yang baik. Seorang lelaki tak dikenal tiba-tiba mendekatinya dan mengatakan "Aku akan membunuhmu", mungkin karena melihat wajah Kazemi yang mirip orang Timur Tengah.
"Tapi lelaki itu kemudian berkata, dia cuma bercanda. Padahal saya merasa khawatir. Jika Anda jadi saya, apakah Anda akan merasakan hal yang sama?" kata Kazemi dalam wawancara dengan New York Daily News.
Setelah kejadian itu, Kazemi yang kini bermain untuk klub Rice University, tidak takut lagi untuk mengatakan dengan terbuka tentang asal usulnya. Ia dengan bangga mengatakan bahwa dirinya adalah warga negara Iran. Keandalannya menggiring bola dan mencetak skor, membuktikan bahwa atlet muslim pun bisa berprestasi.
Pengalaman Bilqis Abdul-Qaadir
Bilqis adalah perempuam muslim pertama dalam sejarah bola basket AS yang bermain untuk Divisi I. Basketball Writers Association memuji muslimah berjilbab itu dalam menghadapi tantangan sentimen anti-Muslim yang dialaminya.
Ketika di sekolah menengah, ada siswa yang melecehkannya dengan memanggilnya "anak perempuan Usamah bin Ladin".
"Itu terjadi di sekolah Holyoke Catholic. Tapi tiap kali kami bertanding melawan sekolah itu, kami selalu mengalahkan mereka," tutur Bilqis pada Memphis Commercial Appeal.
Tapi Bilqis adalah perempuan yang memiliki pribadi dan rasa percaya diri yang kuat. Prestasinya di cabang olahraga bola basket terbukti dengan terpilihnya Bilqis sebagai "Massachusetts Player of the Year" pada tahun 2009.
Ia adalah pemain bola basket pertama–baik dari kelompok putera maupun puteri–dalam sejarah AS, yang berhasil mencetak skor 3.000 poin. Tapi masih banyak orang yang menilainya dari penampilannya sebagai seorang muslimah dan bukan dari prestasinya. Dalam situasi seperti itu, Bilqis menunjukkan kesabarannya.
"Ketika beberapa orang melihat saya, mereka akan berkomentar ‘Oh, apakah itu taplak meja yang dipakai di kepala Anda?’ Jika Anda bertanya dengan cara seperti itu, lebih baik jangan menanyakannya pada saya. Tapi ada beberapa orang yang memang ingin tahu dan bertanya dengan baik, ‘Oh, saya tidak bermaksud kasar, tapi mengapa kamu mengenakan itu (jilbab)?’ Pertanyaan seperti inilah yang akan saya jawab," papar Bilqis dalam wawancara dengan Sport Illustrated.
Kazemi dan Bilqis sudah menunjukkan sikap kuat dan dewasa yang sangat mengagumkan. Tak salah jika Basketball Writers Association mengakui keberanian mereka dalam melawan Islamofobia dan memberikan penghargaan sebagai atlet muslim yang inspiratif. (ln/theNation)