Dr. Yusuf Qardhawi, ulama Islam yang kerap mengikuti perkembangan dunia Islam, menegaskan dukungannya pada perlawanan jihad yang dilakukan kelompok Hizbullah Libanon. Kedudukan dukungan terhadap jihad di Libanon melawan Zionis Israel, sama dan setara dengan posisi kedudukan dukungan terhadap jihad yang berlangsung di Palestina.
Pernyataan ini disampaikan saat ia melakukan dialog dengan harian Al-Wafd, terbitan Mesir beberapa hari lalu. Dalam kesempatan itu, ia mengkritik sikap sebagian pemimpin Arab yang justeru melemparkan kritik terhadap perlawanan Libanon.
Menurut Qardhawi, “Perlawanan bersenjata dalam kondisi seperti ini adalah amal paling utama dalam umat ini. Baik di Palestina maupun di Libanon. Tidak masalah jika perlawanan di Libanon dilakukan oleh kelompok Syiah. Karena mereka bagaimanapun adalah bagian dari umat Islam. Karena mereka termasuk ahli Laa ilaaha illallah, dan dalam banyak hal prinsip mereka satu pandangan dengan kita. Meskipun ada beberapa perbedaan dalam hal cabang.”
Meski demikian Qardhawi juga menyampaikan penolakannya atas sikap sebagian kelompok Syiah di Irak yang sangat fanatik. “Kami menyeru mereka untuk menanggalkan kekerasan terhadap sesama saudara mereka dari kalangan Sunni. Hendaknya mereka bersama berjuang menentang pembantaian yang kini terjadi di Irak. Karena tak ada yang diuntungkan dari sikap saling membunuh kecuali agresor Amerika dan Israel,” ujar Qardhawi.
Yusuf Qardhawi yang juga ketua Koalisi Ulama Dunia Islam itu melihat sejarah perlawanan di Libanon lah yang mampu membersihkan tanah kaum Muslimin dari kotoran Israel. “Hanya beberapa wilayah lagi yang segera akan mereka bebaskan dari Israel insya Allah,” ujarnya. Ia juga menyatakan kebanggaannya terhadap perlawanan Libanon yang menawan pasukan Israel setelah penawanan itu dilakukan lebih dulu oleh pejuang Palestina.
Qardhawi menyatakan, memberi dukungan dan bantuan kepada perlawanan Libanon dan Palestina sudah mendesak. Ia menegaskan, “Adalah hak setiap negara dan bangsa untuk melawan penjajah. Kita sebagai kaum Muslimin wajib membangkitkan semangat untuk menolong saudara-saudara kita sesama Muslim. Di negara yang terjajah, seorang wanita boleh keluar berjihad tanpa izin suaminya, seorang anak boleh berjuang tanpa izin orang tuanya. Hak-hak umum bisa diutamakan ketimbang hak-hak khusus. Dan jika negara itu tidak mampu mengusir musuh, maka wajib hukumnya berjihad bagi kaum Muslimin yang tinggal menjadi tetangga negara itu. Begitu seterusnya sampai meliputi seluruh Muslim di dunia ini.”
Qardhawi mendukung sikap bangsa Arab yang ingin berjihad melawan Zionis Israel. Ia berandai-andai, “Sekiranya pemerintah mereka memberi kebebasan bagi rakyatnya untuk membebaskan Palestina yang terjajah. Tapi sayang pemerintah tidak membuka pintu untuk itu.” Qardhawi juga mengaku terkejut dengan sikap sejumlah pemimpin negara Arab yang “hidup dalam kaca mata masa lalu dan mengatakan bahwa Israel memiliki kekuatan yang tak terkalahkan, sebagaimaa mereka hidup dahulu di zaman Tatar di mana sejumlah pemimpin telah mengibarkan bendera putih tanda menyerah kalah dan merasa tidak pernah mampu melakukan apapun untuk menyelamatkan umat ini.” Karenanya, Qardhawi mengkritik sikap sebagian orang yang jelas mengatakan bahwa mereka tidak akan berjihad karena tidak mempunyai kemampuan untuk berperang sampai mengatakan, “Aku tidak mampu berhadapan dengan Israel.”
Menurut Qardhawi, selama pemerintah masih bersikap lemah seperti ini, maka kedudukan mereka sebagai pemimpin tidak akan lam. Mereka akan tumbang sebagaimana tumbangnya pemerintahan Uni Soviet, yang tumbang karena faktor internal sendiri, sebagaimana firman Allah swt, “Wa in tatawallau yastabdil qauman ghairakum.” (Dan jika mereka berpaling akan digantikan dengan kaum selain mereka.” (na-str/iol)