Perusahaan Boeing menghadapi gugatan hukum dari salah seorang tahanan kamp penjara AS di Guantanamo. Tahanan asal Ethiopia itu menuding perusahaan Boeing telah membantu dan berkolaborasi dengan CIA dalam membawa dan memindah-mindahkan para tersangka teroris ke negara di mana mereka mengalami penyiksaan berat.
Surat kabar Guardian edisi Senin (4/6) mengutip pernyataan lembaga hukum Reprieve yang mewakili Beyam Muhammad, warga Ethiopia yang mengajukan gugatan tersebut.
Dalam gugatannya, Reprieve-lembaga yang berbasis di London-menyatakan, "Jeppesen (Dataplan) telah memainkan peranan yang penting dalam pelaksanaan program pemindahan itu. " Dan Boeing telah memberikan bantuan logistik dalam mendukung program CIA yang kontroversial tersebut.
"Di antara bantuan yang ada, Jeppesen bertugas menyiapkan pesawat sebelum penerbangan, termasuk rencana perjalanan, kondisi cuaca dan persediaan bahan bakar, " demikian bagian isi gugatan yang disusun Reprieve.
Sedangkan Boeing membantu dalam proses pendaratan, pengisian bahan bakar, izin penerbangan dan berbagai fasilitas lainnya di lebih dari 70 penerbangan dalam program pengangkutan dan pemindahan para tersangka teroris oleh CIA selama empat tahun.
Reprieve dalam gugatannya juga mengutip pernyataan salah satu eksekutif Jeppesen yang mengatakan bahwa perusahaan itu "telah melakukan semua penerbangan-penerbangan istimewa, yaitu penerbangan-penerbangan penyiksaan. "
Setelah program rahasia itu terkuak, pemerintah AS mengakui bahwa mereka telah melakukan program pemindahan para tersangka pelaku teroris ke negara-negara lain, namun mereka menolak tuduhan telah melakukan penyiksaan atau menyerahkan para tersangka ke pemerintah negara lain yang melakukan penyiksaan tersebut.
Amnesty Internasional menyatakan, CIA telah melanggar hukum internasional karena diam-diam telah menggunakan perusahaan penerbangan sipil dan sejumlah perusahaan terkemuka untuk memindah-mindahkan orang-orang yang oleh AS dijadikan tersangka pelaku teroris.
Terkait kasus ini, Parlemen Eropa dalam laporannya mengungkapkan, dalam kurun waktu empat tahun CIA sedikitnya telah membawa sekitar 1. 245 tersangka ke dalam dan keluar wilayah Eropa.
Reprive mengajukan gugatan tersebut ke pengadilan San Jose, California. Dalam gugatan juga disebutkan penyiksaan apa saja yang dialami Muhammad dan dua tersangka lainnya yang ditangkap dan dibawa ke negara lain oleh CIA.
Muhammad yang besar di Notting Hill, London Barat ditangkap di Pakistan pada 2002. Setelah ditangkap ia diterbangkan ke Maroko dengan fasilitas penerbangan yang disediakan Jeppesen.
Selama dalam tawanan, Muhammad mengalami pemukulan secara rutin, hingga mengalami patah tulang di beberapa bagian tubuhnya, bahkan pernah pingsan akibat penyiksaan-penyiksaan tersebut.
"Bajunya disobek dengan pisau bedah, pisau itu kemudian digunakan untuk menyayat tubuhnya dan kemaluannya. Cairan yang panas dan bau lalu ditumpahkan ke luka bekas sayatan di kemaluannya. Muhammad juga seringkali diancam akan diperkosa, disetrum dan dibunuh, " demikian penjelasan yang termaktub dalam gugatan Reprieve.
Bukan hanya itu, Muhammad juga dibuat mengalami tekanan mental dengan cara diberi obat bius, dipasangi suara-suara yang sangat bising dan dibuat tidak bisa tidur. Dari Maroko, Muhammad dipindahkan ke Afghanistan, dan di negara itu ia juga mengalami penyiksaan.
Selain Muhammad, gugatan hukum itu juga menyebutkan dugaan penyiksaan yang dialami Abu Elkassim Britel, warga negara Italia yang ditangkap di Pakistan dan kini berada di penjara di Maroko. Serta Ahmad Agiza, pencari suaka asal Mesir yang diserahkan ke CIA oleh kepolisian Swedia dan kini berada di penjara di Mesir.
Pengacara yang mewakili ketiga penggugat Clive Stafford-Smith menyatakan, gugatan itu bertujuan agar dilakukan penyelidikan terhadap institusi pemerintah yang terlibat dalam tindak kejahatan itu.
"Para politisi telah membuat semacam kekebalan bagi mereka sendiri. Tapi ini tidak akan melindungi konspirasi mereka, " tukas Stafford-Smith. (ln/iol)