Warga Muslim Swiss pada Senin (10/4) menggelar peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw. Namun peringatan itu dibayang-bayangi kegundahan pemuka Muslim di negeri itu menyusul penolakan visa oleh otoritas negara Swiss terhadap lima pembaca Al-Quran yang seharusnya hadir dalam acara tersebut.
"Kami minta penjelasan dari otoritas Swiss atas penolakan visa tersebut. Ini merupakan acara budaya di mana kami sudah mendapatkan izin resmi," kata Abdulla Kassapoglu, ketua komunitas Muslim di Swiss pada Islamonline.
Sekitar 2.500 orang berkumpul di auditorium Almend di kota Lucerne kecewa ketika mengetahui lima pembaca Al-Quran yang mereka undang dari Mesir, Turki, Pakistan dan Iran tidak hadir. Akibatnya, panitia penyelenggara harus mengubah susunan acara yang di antaranya berisi ceramah tentang seni membaca Al-Quran dari waktu ke waktu dan ayat-ayat Al-Quran yang membahas tentang Nabi Muhammad Saw.
Pembacaan sejarah kehidupan Nabi Muhammad Saw disampaikan oleh dua orang profesor asal Turki, Senai Demirci dan Engin Npyan dalam bentuk dialog. Dalam dialog tersebut, kedua profesor itu menyampaikan pesan bahwa tidak ada kontradiksi antara mengambil Nabi Muhammad Saw sebagai figur yang patut dicontoh dengan kehidupan di Eropa.
Mereka mengatakan, warga Muslim yang tinggal di Eropa bisa mengikuti jejak dan mencontoh karakter mulia Nabi Muhammad Saw seperti sikapnya yang jujur, tingkah lakunya yang baik serta kredibilitasnya, sebagai cara untuk melawan stereotipe yang dipropagandakan media massa tentang Islam dan umat Islam.
Profesor lainnya, Orhan Nadeem dalam ceramahnya juga menyampaikan pentingnya hadist-hadist Rasulullah yang oleh kalangan sekularis dianggap pandangan pribadi Nabi Muhammad Saw yang sudah kuno.
Menurut Kassapoglu, otoritas Swiss sudah menerapkan standar ganda tidak merealisasikan apa yang telah mereka dengung-dengungkan selama ini. "Swiss sudah bersikap bermuka dua, di satu sisi mereka ingin menunjukkan sebagai negara yang bersahabat dengan dunia Islam, tapi kenyataannya sudah melukai hati warga Muslim di negaranya sendiri yang ingin mengundang para pemuka Islam dari negara lain untuk hadir dalam acara-acara budaya dan keagamaan," tegasnya Kassapoglu.
Ia menilai penolakan visa terhadap lima orang pembaca Al-Quran yang diundang oleh warga Muslim Swiss, bertentangan dengan kebijakan negara itu yang akan mendorong multikulturalisme dan interaksi dengan dunia Islam.
"Swiss kadang membiaya acara-acara budaya di negara-negara Islam, lantas kenapa terjadi kontradiksi?" tanya Kassapoglu.
Bukan sekali ini otoritas negara Swiss menolak visa warga Muslim. Pada bulan September 2005 lalu, otoritas bandara di Jenewa menolak imam terkemuka Wagdy Ghuneim masuk ke negara itu untuk menghadiri pertemuan ke-15 Liga Muslim Swiss. Pada tahun 2004, pemerintah Swiss juga melakukan pembatasan ketat terhadap imam-imam yang akan datang ke negeri itu selama bulan suci Ramadhan. Pada saat itu, pemerintah Swiss hanya menerima misi dari Al-Azhar, Mesir.
Swiss memiliki sekitar 380.000 warga Muslim atau 4,7 persen daro total populasi di negeri itu. Islam menjadi agama terbesar kedua setelah Kristen. Warga muslim di Swiss kini sedang menyusun rencana untuk membentuk federasi organisasi-organisasi Muslim sebagai lembaga payung bagi semua lembaga-lembaga Islam yang ada di negeri itu. (ln/iol)