Meski tidak mendapat dukungan dari kalangan sekular dan militer, Abdullah Gul menyatakan tidak akan mundur dari pencalonannya sebagai kandidat presiden pemilu di Turki.
Gul mengatakan bahwa proses baru saja dimulai dan akan berlanjut. "Saya tidak akan mundur dari pencalonan, " tegasnya.
Gul yang kini menjabat sebagai menteri luar negeri, adalah kandidat presiden dari partai yang sedang berkuasa di Turki, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP). Gul gagal mendapat dukungan mayoritas dari parlemen dalam putaran pertama pemungutan suara pada Jumat (27/4) karena boikot yang dilakukan oleh kelompok oposisi.
Partai Rakyat Repulikan, kelompok sekular yang menjadi oposisi utama di Turki meminta Pengadilan Konstitusi untuk membatalkan hasil voting karena tidak memenuhi kuorum. Jika Pengadilan menyetujui, pemilu yang dijadwalkan akan dilaksanakan pada tanggal 4 November bisa dimajukan. Jika tidak, Gul kemungkinan bisa meraih kursi kepresidenan pada putaran ketiga yang akan digelar pada tanggal 9 Mei mendatang. Yang dibutukan Gul hanyalah suara mayoritas absolut di parlemen yang didominasi oleh AKP.
Kelompok sekular sangat kuat menentang pencalonan Gul, karena mencurigai AKP memiliki agenda tersembunyi terkait dengan azas Islam yang diusung partai tersebut. AKP membantah tudingan itu dan menegaskan akan tetap komitmen dengan paham sekular yang dianut Turki.
Sebagai bentuk protes terhadap pencalonan Gul, sekitar sejuta warga Turki pendukung sekularisme hari Minggu (29/4) menggelar aksi turun ke jalan di kota Istanbul, salah satu kota terbesar di Turki. Mereka melambai-lambaikan bendera Turki dan mengusung spanduk-spanduk berisi tulisan yang mendukung militer dan mengecam Erdogan dan Gul, dua tokoh Islam di Turki yang dianggap mengancam sistem sekularisme di negeri itu.
"Turki adalah negara sekular dan akan tetap sekular. Kami tidak mau syariah atau kudeta, tapi kami mau Turki yang benar-benar demokratis, " kata para pengunjuk rasa dalam aksi yang sudah berlangsung selama dua minggu ini.
Sementara itu, pihak militer Turki yang telah melakukan tiga kali kudeta sejak tahun 1960 mengancam, bahwa pihaknya jika perlu akan melakukan intervensi untuk melindungi paham sekular yang dianut Turki.
Uni Eropa dan organisasi-organisasi HAM internasional, mengingatkan militer Turki untuk tidak ikut campur dalam urusan politik. (ln/aljz/iol)