Warga Muslim di Liberia sampai hari ini belum bisa menikmati hari-hari besar agama Islam, karena pemerintah setempat belum mengakui hari-hari besar Islam untuk dijadikan sebagai hari libur nasional.
Padahal Menteri Penerangan Liberia yang beragama Kristen, Pendeta Dr. Lawrence Bropleh sudah meminta pemerintahnya akan hari-hari besar agama Islam yang utama seperti hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, dijadikan hari libur nasional.
Menurutnya, warga Muslim juga selayaknya diperlakukan sama dengan penganut agama lainnya. "Keinginan agar hari-hari besar Islam dijadikan hari libur nasional bisa disampaikan ke dewan legislatif untuk mendapatkan konsensus, " saran Pendeta Bropleh.
Direktur pusat studi Arab dan Islam di Monrovia-ibukota Lberia- Abdul Muttalib bin Attoh menambahkan, kalangan moderat dan kalangan yang berpikiran terbuka di pemerintahan, bersama dengan umat Islam, seharusnya bisa memperjuangkan hak-hak warga Muslim yang sekian lama terlupakan. Misalnya dengan mengakui hari-hari besar umat Islam.
Attoh mendukung saran Bropleh sebagai langkah yang harus dipertimbangkan untuk meningkatkan solidaritas sosial dan solidaritas antar umat beragama di Liberia. Namun pemerintah Liberia tutup telinga atas seruan dan aspirasi warga Muslim di negara itu.
Sehari setelah Bropleh mengungkapkan pernyataannya agar pemerintah mempertimbangkan aspirasi warga Muslim, Presiden Liberia, Ellen Johnson-Sirleaf menegaskan penolakannya untuk mengakui perayaan hari-hari besar umat Islam. Pihak pemerintah beralasan bahwa Liberia bukan negara yang berbasiskan agama. Di sisi lain mereka menetapkan hari Paskah dan Natal sebagai hari libur nasional, tapi tidak untuk hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Pernyataan Pendeta Bropleh juga menuai kecaman dari kalangannya sendiri. Gereja Persatuan Methodist tempat ia bernaung mendesak Bropleh agar menarik kembali pernyataannya atau mengundurkan diri sebagai pendeta. Komunitas Persekutuan Gereja Kristen bahkan menuduh Bropleh sebagai orang yang diam-diam sudah menjadi Muslim.
Bropleh tidak bergeming dan tetap menyatakan bahwa hak-hak warga Muslim harus diakui seperti halnya hak-hak warga Kristen.
Dari total 3, 1 juta penduduk Liberia, 20 persennya adalah warga Muslim dan 40 persennya penganut agama Kristen. Warga Muslim kebanyakan berasal dari etnis Mandingo dan Vai. Sebagai warga minoritas, mereka kerap diperlakukan diskriminatif.
Pemerintah misalnya, memberikan anggaran yang sangat kecil untuk sekolah-sekolah dan masjid-masjid. Dari 18 menteri kabinet, hanya satu menteri yang Muslim. Begitu juga di Parlemen dan Mahkamah Agung. Dari 65 kursi parlemen, warga Muslim hanya mendapatkan sembilan kursi. Sedangkan di Mahkamah Agung hanya ada satu hakim agung yang muslim. (ln/iol)