Javid Iqbal, seorang agen polisi di kepolisian Bedfordshire mengajukan mengajukan gugatan hukum terhadap kesatuannya ke mahkamah kepolisian. Iqbal, 38, menuduh kesatuannya telah membiarkan tindakan rasis dan diskrimasi berdasarkan agama dan sebagai bentuk protes atas pemecatan terhadap dirinya.
"Saya sudah muak dengan penghinaan yang dilakukan kolega saya sesama polisi hanya karena keyakinan yang saya anut," kata Iqbal pada Daily Mail edisi Senin (9/3).
Salah seorang rekan kerja Iqbal, misalnya, sengaja menirukan dialek dan gaya bicara Iqbal dan bertingkah seakan-akan ia juga memiliki janggot yang sama dengan Iqbal sementara kolega polisi lainnya tertawa-tawa melihatnya.
"Jenggot saya adalah bagian yang penting dari identitas saya, yang membantu warga Muslim untuk berkomunikasi dengan saya," kata Iqbal, seorang Muslim keturunan Pakistan yang lahir dan besar di Inggris.
Bentuk tekanan lainnya, ungkap Iqbal, beberapa koleganya dengan sengaja berbincang di depan Iqbal bahwa mereka lebih baik dibandingkan kelompok etnis minoritas lainnya. Mereka juga menunjukkan sikap tidak senang jika mendapat tugas bersama Iqbal. Seorang koleganya bahwa secara terbuka menghina Iqbal dengan melontarkan kata-kata "f***ing Paki".
Penghinaan dan sindiran-sindiran yang sudah berlangsung selama tiga tahun membuat Iqbal menjadi tidak nyaman bekerja. "Saya menjadi polisi karena saya yakin bisa menempatkan segala sesuatu pada tempatnya di masyarakat," kata Iqbal yang sudah menjadi agen khusus polisi sejak tahun 2005.
Iqbal juga menilai sejumlah koleganya yang rasis itu kerap melancarkan kampanye hitam terhadap dirinya, yang membuat Iqbal dipecat dari kesatuannya. Pada bulan September 2006, delapan kolega Iqbal memberikan pernyataan negatif pada para atasan di kepolisian tentang performa kerja Iqbal. Pernyataan itu kemudian diklarifikasi, tapi Iqbal, ayah dua anak itu akhirnya dipecat pada bulan Agustus 2008.
Seorang sumber di Kepolisian Bedfordshire mengungkapkan, alasan pemecatan karena Iqbal dianggap tidak cocok menjadi seorang anggota polisi. Pemecatan itu membuat Iqbal depresi. Surhya, istri Iqbal mengatakan, saking depresinya, Iqbal pernah tidak melakukan apa-apa selama tiga dan hanya tidur terus.
Menurut Surhya, diskriminasi yang dialami suaminya di tempat kerja membuat Iqbal kehilangan kepercayaan pada lembaga kepolisian. "Saya menemukan bahwa tindakan rasisme masih banyak terjadi di institusi-institusi semacam kepolisian," ujar Surhya.
Sejumlah Muslim Inggris yang bekerja sebagai polisi sebenarnya sudah sering mengeluhkan hal ini. Dalam mahkamah polisi baru-baru ini, ditemukan bukti bahwa telah tejadi "budaya apartheid" di kepolisian Belgravia. Kepolisian itu menerapkan kebijakan memisahkan van-van milik polisi kulit putih dan kulit hitam.
Bulan September lalu, polisi senior Tarique Ghaffur dibebastugaskan setelah mengajukan gugatan terhadap Kepolisian Metropolitan London yang dianggap telah menerapkan kebijakan diskriminatif. Ghaffur menuding Komisaris Kepolisian Metropolitan, Sir Ian Blair telah melakukan kampanye pelecehan, prasangka buruk berdasarkan perbedaan etnis serta kerap mempermalukannya selama delapan tahun ia bertugas di Kepolisian Metropolitan.
Oleh seorang komandan polisi yang juga Muslim bernama Shabr Hussain, Blair juga dituding bersikap diskriminatif terhadap polisi keturunan Asia dan polisi kulit hitam. Blair hanya memilih orang-orang kulit putih sebagai orang-orang yang berada dalam lingkarannya.
Tuntutan terhadap Kepolisian Metropolitan atas tuduhan diskriminatif juga dilakukan oleh Yasmin Rehman, pimpinan ketua departemen keberagaman di kepolisian Metropolitan. (ln/iol)