Seorang pakar fisika nuklir AS menuntut pemerintah AS ke pengadilan karena membatalkan pernyataan kesetiaannya pada negara. Menurut pakar fisika itu, pembatalan itu dilakukan karena agama yang dianutnya, Islam dan kritikan-kritikannya pada pemerintah AS tentang perang Irak.
Padahal Abdel Moniem Ali el-Ganayni, 57, telah mengabdi selama 18 tahun sebagai pakar fisika nuklir di laboratorium Betty, sebuah laboratorium yang didanai pemerintah AS. El-Ganayni yang kelahiran Mesir ini, bermigrasi ke AS pada tahun 1980 untuk keperluan studi master dan doktoratnya. Delapan tahun kemudian, El-Ganayni mendapatkan naturalisasi dan menjadi warga negara AS. Dengan pembatalan pernyataan kesetiaan pada negara yang dilakukan pemerintah AS bulan Mei kemarin, ia terancam kehilangan pekerjaannya.
"Yang menjadi perdebatan adalah, alasan D.O.E (Department of Energy) yang melibatkan masalah kesetiaan pada negara dalam masalah ini. Mereka hanya ingin membebaskan diri mereka dari tanggung jawab untuk memberikan penjelasan apa sebenarnya yang terjadi, " kata pengacara El-Ganayni, Witold Walczak.
Pihak D.O.E menolak menjelaskan alasannya sebenarnya pembatalan itu dengan dalih demi "keamanan nasional." Dalam gugatannya, Ganayni menegaskan bahwa hak kebebasan berbicara dan beragama serta hak untuk mendapatkan perlindungan yang sama sebagai warga negara AS telah dilanggar.
Pembatalan itu pernah ditunda pada bulan Oktober 2007 dan El-Ganayni dipindahkan ke bidang pekerjaan yang lebih rendah. Ketika itu ia diinterogasi oleh D.O.E dan FBI tentang keyakinan agamanya sebagai Muslim, uang yang ia kirim ke luar negeri dan kritikan-kritikannya soal perang Irak ketika ia memberikan ceramah di sebuah masjid di AS pada tahun 2006.
D.O.E dan FBI, kata El-Ganayni sama sekali tidak menyinggung apakah ia telah melakukan pelanggaran terkait masalah keamanan dan posisinya sebagai ilmuwan senior di Betty.
"Apa yang saya katakan tentang perang di Irak, sama seperti yang dikatakan banyak senator dan rakyat Amerika. Tapi ketika saya yang mengatakannya, saya seperti menjadi seorang pengkhianat. Ini tidak benar, " ujar El-Ganayni. (ln/iol)