Pemerintah Malaysia tetap bertahan dengan pendiriannya untuk melarang The Herald, surat kabar mingguan milik gereja Katolik menggunakan kata "Allah", meski surat kabar itu sudah mengajukan gugatan hukum.
"Salah satu alasan untuk tetap mempertahankan larangan ini adalah, karena negara ini sudah sejak lama menggunakan kata Allah untuk menyebut tuhan dalam keyakinan umat Islam, " kata Abdullah Mohd Zin, menteri yang mengurusi kantor perdana menteri seperti di kutip surat kabar The Star.
Menurut Zin, non-Muslim harus menggunakan kata "God" (Tuhan) dan bukan "Allah" untuk menyebut tuhannya. Ia juga menyatakan, penggunaan kata "Allah" tidak perlu menjadi perdebatan publik yang menimbulkan kesan seolah-olah tidak ada kebebasan beragam di
Malaysia.
"Penggunaan kata ‘Allah’ oleh non-Muslim bisa memicu sensitifitas dan menimbulkan kebingungan di kalangan Muslim di negeri ini, " uajr Abdullah.
Pekan lalu, editor surat kabar The Herald pendeta Lawrence Andrew mengatakan, surat kabar The Herald yang dicetak dalam bahasa Melayu Malaysia, dibolehkan menggunakan kata "Allah" untuk menyebut Tuhan.
Menurut Pendeta Andrew, seorang perwakilan dari Kementerian Keamanan Internal membawa sebuat surat tertanggal 28 Desember yang isinya pernyataan memberi izin bagi The Herald untuk menggunakan kata "Allah’ tanpa ada pembatasan atau sejenisnya.
Namun Abdullah mengatakan bahwa Pendeta Andrew salah mengerti. "Itu hanya interpretasi pendeta sendiri, bahwa tidak larangan dalam penggunaan kata ‘Allah’, " tukasnya.
The Herald, surat kabar seukuran tabloid, didistribusikan ke sekitar 850. 000 umat Katolik di Malaysia dalam tiga bahasa; Inggris, China dan Melayu. Atas larangan penggunaan kata "Allah" oleh pemerintah Malaysia, Pendeta Andrew menegaskan akan tetap memperjuangkannya lewat jalur hukum.
"Kami tidak akan menarik gugatan hukum yang telah kami ajukan, " tandasnya seperti dilansir Agence France-Presse (AFP).
Pendeta Andrew mengatakan, medianya menggunakan kata "Allah" untuk terbitan pertama tahun 2008, yang akan didistribusikan pada 6 Januari lusa. Tapi Deputi Menteri Keamanan
Malaysia Johari Baharum menegaskan bahwa pihak The Herald harus mematuhi keputusan pemerintah Malaysia. (ln/iol)