Beragam cara dilakukan untuk meredam aksi kekerasan di Irak. Majelis Ulama Irak yang notabene adalah kelompok Sunni menyatakan siap berdialog dengan kelompok Syiah dan kelompok Takfir dan kelompok lainnya demi menyelamatkan Irak.
Mereka juga menegaskan bahwa Majelis Ulama Irak akan terus berupaya merangkul pihak lain, dan tidak melupakan mereka.
Pembentukan Majelis Ulama Irak ini awalnya muncul dari hasil rekomendasi konferensi tahunan yang kelima bagi kaum Sunni Irak di ibukota Jordania tanggal 4 April lalu. Majelis ini dibentuk untuk memunculkan pemahaman moderat dalam Islam, menyatukan barisan kaum Sunni, menolak pemikiran takfir (mengkafirkan) dan menyelesaikan kekerasan serta fitnah yang terjadi di Irak.
Dalam keterangannya, Syaikh Mahmud Shamidai, anggota inti Majelis Ulama Irak yang masih dalam tahap proses pembentukan, mengatakan, “Kami berasal dari berbagai tempat di Irak. Kami harus mempunyai pandangan optimis terhadap pihak lain untuk menyelamatkan Irak. Karena itu kami ingin membina sebuah forum ilmiyah yang moderat, yang tidak melepaskan berbagai referensi tokoh kaum Muslimin Syiah dan kelompok Takfir. ”
Syaikh Shamidai juga mengatakan bahwa tokoh siapapun tak mungkin hanya mengandalkan kelompoknya saja di Irak. Karenanya ia menegaskan bahwa majelis ulama Irak ini juga merupakan forum fiqih Irak yang bergerak dalam lingkup ilmiah secara independen yang sangat mungkin berbeda dan forum ini bukanlah pengganti forum Islam yang sudah ada.
Dalam konferensi tahunan kelima kaum Sunni Irak, hadir tak kurang 200 tokoh Islam Irak. Mereka berupaya menghimpun seluruh ulama Irak lintas madzhab dan etnik untuk menghentikan pertumpahan darah, menyatukan visi dan mengoptimalkan kembali dokumen Makkah Mukarramah yang pernah ditandatangani sebagian ulama Sunni dan Syiah Irak pada bulan November 2006. Dalam dokumen itu, disepakati 10 poin, antara lain soal keharaman menumpahkan darah sesama rakyat Irak, berupaya keras menyatukan Irak dan memelihara berbagai tempat yang disakralkan. (na-str/iol)