Organisasi pemantau kebebasan pers Reporters Sans Frontieres (RSF) dalam laporannya tentang index kebebasan pers sepanjang tahun 2008 menyebutkan bahwa kebebasan press di sejumlah negara-negara Arab jauh lebih baik dibandingkan dengan kebebasan pers di Israel, bahkan jika dibandingkan dengan negara AS sekali pun, negara yang selama ini mengaku sebagai negara yang demokratis.
Menurut organisasi tersebut, tingkat kesejahteraan ekonomi bukan lagi faktor utama yang menjamin kebebasan pers, tapi situasi yang damai. "Ketidakstabilan dan sikap defensif di negara-negara yang selama ini dikenal sebagai negara demokratis, sedikit demi sedikit telah mengikis kebebasan pers di negara yang bersangkutan. Hal ini terlihat paska serangan 11 September, " tulis laporan tersebut.
Dari Indeks kebebasan pers yang disusun RSF, AS hanya menempati urutan ke-119, sedangkan Israel menempati urutan ke-149 dari 173 negara yang didata oleh RSF. RSF juga mencatat, tentara Israel pada tahun ini membunuh seorang wartawan Palestina.
Sementara sejumlah negara Timur Tengah, menurut laporan RSF, indeks kebebasan persnya jauh lebih baik. Kuwait misalnya, berada di peringkat ke 61. Disusul Libanon di peringkat 66 dan Uni Emirat Arab di peringkat ke 69.
Negara lainnya yang indeks kebebasannya rendah, antara lain Irak di peringkat 158, Afghanistan di peringkat 156 dan Somalia di peringkat 153. Ketiga negara ini, oleh RSF disebut sebagai negara-negara "zona hitam" atau paling berbahaya bagi para pekerja pers. Karena di negara-negara tersebut, pekerja pers terutama wartawannya sering menjadi target pembunuhan, penculikan atau mendapat ancaman pembunuhan.
Suriah, menempati peringkat ke-159 dan menjadi negara yang paling mengekang kebebasan pers, terutama media internet. Mesir yang berada indeks kebebasan persnya berada di peringkat 146, juga dinilai kurang memberikan kebebasan dalam hal penggunaan internet.
Negara-negara lainnya, yang dianggap masih sangat mengekang kebebasan persnya adalah Tunisia, Libya, Iran dan Arab Saudi. RSF menyebutkan, di Arab Saudi, materi-materi yang tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah, tidak boleh diterbitkan. (ln/aby)