Upaya mempromosikan pariwisata berbuntut kecaman terhadap Menteri Pariwisata Pakistan Nilofar Bakhtiar. Kecaman terutama datang dari ormas-ormas, politisi dan pemuka Islam di negeri itu, bahkan ada yang mengeluarkan fatwa untuk "menghukum dan memecat" Bakhtiar sebagai menteri.
Semuanya berawal dari foto-foto saat menteri pariwisata Pakistan itu melakukan promosi wisata negaranya ke Prancis. Pakistan memang mendeklarasikan tahun 2007 sebagai tahun kunjungan wisata.
Dalam rangka promosi itu, Nilofar ikut dalam aksi terjun payung tandem bersama penerjun payung Prancis dan diliput media massa setempat. Dalam foto-foto hasil jepretan wartawan surat kabar setempat, terdapat pose Bakhtiar dengan masih mengenakan seragam terjun payung, berpelukan dengan seorang penerjun payung Prancis, usai melakukan terjuan payung bersama.
Dalam salah satu foto, juga terlihat Nilofar yang juga anggota parlemen Pakistan ini, duduk di pangkuan instrukturnya di dalam pesawat sebelum terjun.
Apa yang dilakukan Nilofar dianggap tidak pantas dan langsung memicu kecaman di Pakistan, terutama dari kalangan pemuka Islam di negara yang terletak di Asia Selatan itu. Masjid Merah Darul Afta Islamabad bahkan sampai mengeluarkan fatwa untuk "menghukum dan memecat" Nilofar, karena tindakan Nilofar berpelukan dengan laki-laki non-Muslim dianggap telah merusak citra Islam.
Nilofar menolak fatwa tersebut karena tidak berdasar. "Saya tidak melakukan apapun yang bertentangan dengan ajaran Islam. Saya seorang Muslim yang lebih baik dari mereka yang mengkritik saya karena berpelukan dengan laki-laki tua berusia 70 tahun, yang seumuran dengan ayah saya, " tukas Nilofar.
"Islam tidak membolehkan tindakan yang mengarah pada fitnah. Saya ikut terjun payung dan lompat di ketinggian 6. 000 meter untuk menggalang dana bagi anak-anak korban gempa bumi tahun 2005 di Azad Kashmir. Saya melakukan apa yang benar dan patriotis, dan saya tidak takut dengan siapapun kecuali Tuhan, " tandasnya.
Nilofar juga menegaskan bahwa ia tidak mau diperas oleh fatwa yang diputuskan berdasarkan pandangan kelompok tertentu saja dan akan terjun payung lagi jika punya kesempatan.
Kecaman terhadap Nilofar juga dilontarkan anggota parlemen yang juga pimpinan urusan kewanitaan Muttahida Majlis-e-Amal-aliansi partai Islam terkuat di Pakistan- Ayesha Munawwar. Ia menilai Nilofar sudah melakukan tindakan yang sangat tidak etis dan tidak Islami.
"Yang paling buruk dari tindakannya, dia tidak siap untuk mengakui kesalahan, tapi malah mengatakan akan melakukannya lagi, " kata Ayesha.
"Dia bicara soal Islam moderat. Saya ingin bertanya padanya, Islam mana- yang moderat atau yang radikal-yang membolehkan dia duduk di pangkuan dan berpelukan dengan laki-laki non-Muslim, " sambung Ayesha.
Ia menyatakan, anggota parlemen perempuan dari partainya sudah mengirimkan mosi terhadap Nilofar pada ketua Dewan Nasional.
Ada yang mengecam, ada juga yang mendukung Nilofar. Menteri Kesehatan Federal Shahnaz Syaikh mengatakan apa yang dilakukan Nilofar adalah masalah pribadi dan apa yang dilakukannya adalah tanggung jawabnya pada Allah, bukan pada orang lain.
"Pengadilan-pengadilan internal kelompok agama tidak punya hak untuk mengeluarkan fatwa terhadap siapapun. Mereka sudah salah menginterpretasikan Islam, " kata Shahnaz.
Pernyataan itu diamini oleh Sherry Rahman dari Pakistan People Party (PPP). "Siapa yang mengizinkan mereka membuat pengadilan sendiri dan mengeluarkan fatwa tentang perempuan, " ujarnya bertanya.
"Para ulama ini tidak bersuara untuk menentang eksploitasi perempuan di negeri ini. Mereka tidak pernah mengeluarkan fatwa yang menentang eksploitasi terhadap perempuan, " kritik Rahman. (ln/iol)