Penonaktifan walikota London Ken Livingstone, memicu perdebatan di kalangan pejabat pemerintah Inggris. Mereka menilai penonaktifan Livingstone bertentangan dengan konstitusi negara itu. Nicky Gavron, deputi walikota yang ditunjuk menggantikan Livingstone untuk sementara mengatakan bahwa seorang walikota terpilih hanya boleh digantikan berdasarkan hukum yang berlaku atau berdasarkan sebuah pemilihan umum.
"Jutaan warga London memilih memilih walikota (Livingstone) dan tiga lainnya yang tidak terpilih menggeser posisinya," kata Gavron, seorang keturunan Yahudi yang orang tuanya mengungsi ke Inggris pada masa kekuasaan Nazi di Jerman. Gavron sendiri, oleh sejumlah kalangan didesak untuk tidak menerima penujukkan agar ia untuk sementara menggantikan Livingstone.
Polemik seputar penonaktifan Livingstone ini mencuat ketika pada hari Jumat (24/2) kemarin, Adjudication Panel for England-sebuah panel yang ditunjuk pemerintah untuk menangani keluhan-keluhan terhadap otoritas pemerintahan lokal-menyatakan bahwa Livingstone harus dinonaktifkan selama 4 minggu mulai tanggal 1 Maret lusa.
Keputusan panel itu berawal dari penyataan Livingstone yang sudah membanding-bandingkan Finegold yang berdarah Yahudi dengan seorang penjaga kamp konsentrasi Nazi. Tiga anggota panel mengatakan, pernyataan Livingstone terhadap Oliver Finegold-seorang reporter untuk London Evening Standard-pada 8 Februari 2004 merupakan pernyataan yang tidak sensitif, tidak sopan dan tidak perlu dilontarkan oleh seorang walikota.
Menanggapi penonaktifannya, Livingstone, 60, yang kerap membela warga Muslim Inggris ini mengatakan keputusan panel tersebut merupakan ‘serangan terhadap jantung demokrasi.’ Livingstone bisa saja mengajukan banding namun ia kemungkinan bisa dikenakan biaya yang nilainya lebih dari 80.000 poundsterling atau sekitar 139.000 dollar AS.
Penonaktifan Livingstone juga memicu kecaman dari anggota parlemen Inggris. "Sangat menghinakan, tiga orang anggota panel yang tidak terpilih menonaktifkan walikota yang dipilih jutaan rakyat London selama empat minggu," kata Tony Woodley, sekretaris jenderal Transport and General Worker Union.
"Pada saat banyak orang menginginkan Ken Livingstone minta maaf, penonaktifan dalam jangka waktu yang lama, bagi saya merupakan tindakan yang tidak proporsional dan tujuannya tidak lain selain ingin mengacaukan kerja otoritas pemerintahan di London ketika London sedang sangat membutuhkannya. Kami akan mendukung walikota Lodon apapun langkah yang akan ia ambil terhadap skandal ini," sambung Woodley.
Anggota parlemen dari Partai Buruh, Andrew Dismore mengungkapkan hal serupa. "Adalah warga London yang berhak memutuskan siapa yang layak dan tidak layak sebagai walikota London, bukan anggota panel birokrat yang tidak terpilih," katanya.
Warga minoritas Muslim juga mengecam keputusan penonaktifan Livingstone. Sekretaris Jenderal Dewan Muslim Inggris, Sir Iqbal Sacranie menilai keputusan itu sebagai penghinaan terhadap demokrasi.
"Dia (Livingstone) adalah orang yang sejak lama punya komitmen terhadap kampanye anti rasis. Kami bangga mendukungnya dan berharap keputusan ini segera dicabut," ujar Sacranie. Selain Dewan Muslim Inggris, Asosiasi Muslim Inggris juga memberikan dukungan pada Livingstone.
Livingstone banyak mendapatkan pujian tahun lalu ketika berhasil mengajukan London sebagai tuan rumah Olipiade 2012 dan keberhasilannya menangani serangan bom di sejumlah lokasi di London. Ia juga dikenal sebagai walikota yang sangat menentang rasisme. Awal bulan Pebruari kemarin, ia bersama ribuan warga Muslim ikut berunjuk rasa menentang kartun Nabi Muhammad Saw. Livingstone juga memberi dukungan terhadap hak mengenakan jilbab bagi para muslimah dan mengkritik Perancis yang memberlakukan undang-undang larangan berjilbab dan simbol-simbol keagamaan di sekolah-sekolah. (ln/iol)