Eramuslim.com – Pemerintah Indonesia menjadi sorotan setelah dinilai banyak bungkam terhadap penindasan etnis minoritas Uighur dan Muslim Turk lainnya di Provinsi Xinjiang oleh Pemerintah China
Dalam laporan media berbasis di Hong Kong, South China Morning Post kemarin, (Minggu, 23/6), Indonesia dinilai lebih lebih lantang terhadap krisis kemanusiaan di Rakhine State Myanmar daripada masalah Uighur.
Tak hanya itu, sejumlah pihak di Indonesia disebut meyakini laporan soal penindasan terhadap Uighur di Xinjiang adalah propaganda Barat. Tujuannya adalah untuk merendahkan China yang saat ini terjebak dalam Perang Dagang melawan Amerika Serikat (AS).
Pemerintah, imbuh laporan itu, dinilai enggan bersikap vokal terhadap Uighur karena kekhawatiran akan menguatnya suara kelompok Islam yang dominan dalam perpolitikan di Indonesia.
Laporan SCMP itu melansir dari sebuah lembaga wadah pemikir (think tank), Lembaha Analisis Kebijakan Konflik yang berbasis di Jakarta.
Pemerintah Indonesia, sebut laporan itu, menganggap penindasan China terhadap warga Uighur adalah respons yang konstitusional dalam menghadapi separatisme. Pemerintah cenderung enggan untuk campur tangan karena juga menghadapi gangguan separatis yang sama di Papua.
Sikap Indonesia tersebut kemudian menjadi sorotan Pakar Kajian Xinjiang dan Tibet asal Jerman Adrian Zenz. Ia menyoal sikap bungkam Indonesia terhadap Uighur dan membandingkannya dengan sikap Indonesia terhadap krisis Rohingya.
“Mengapa Indonesia cenderung bungkam terhadap kamp-kamp konsentrasi Uighur di Xinjiang China, dan lantang terhadap krisis Rohingya?” ujar pengajar di European School of Culture and Theology, Jerman itu di laman Twitter pribadinya, Senin (24/6).
Sebelumnya, Indonesia menampakkan perhatiaannya terhadap krisis Rohingya di Rakhine State Myanmar. Bahkan, isu itu menjadi fokus utama Presiden Jokowi saat menghadiri KTT ASEAN ke-34 di Bangkok Thailand akhir pekan kemarin. [md]