Di Russia, Perang Menunggu Di Mana-Mana

Senin di Russia pekan ini begitu mencekam. Dua jam begitu sibuk namun mati, setelah ledakan kereta bawah tanah. Sumpah serapah terhadap peristiwa itu bergaung dimana-mana.

Mungkin Rusia berpikir bahwa mereka sudah mengalahkan Kaukasus Utara. Sepuluh tahun yang lalu, Vladimir Putin membangun reputasi dengan menggunakan kekerasan di wilayah paling bergejolak di negaranya itu. Di permukaan, tampak seperti berhasil. Tetapi tahun lalu, meningkatnya gelombang serangan bunuh diri di selatan Moskow, mengisyaratkan bahwa ada sesuatu yang salah di sana.

Doku Umarov, seseorang yang selama ini sangat dicari oleh pemerintah Russia, bersumpah, konflik akan hadir ke pusat ekonomi dan budaya. "Darah tidak lagi terbatas pada kota-kota kami saja. Perang juga akan datang ke kota-kota mereka," ia memperingatkan. Namun, selama kekerasan mengapung di selatan, kota-kota tetap tenang. Kita sudah mengetahui bahwa selama ini Russia terus-menerus mengepung dan menindas Muslim di Kaukasus.

Sekarang, kembali pada kenangan Rusia Putin dahulu, tahun 1999, ketika ledakan blok apartemen di Moskow menewaskan lebih dari 200 orang; 2002, ketika pria dan wanita Chechnya mengambil sandera sekitar 800 penonton bioskop di Moskow; dan 2004, ketika ledakan di sebuah kereta api metro di Moskow mengambil nyawa 40 orang. Seperti yang dijanjikan, perang kini kembali ke kota.

Tetapi ketika Vladimir Putin dan Dmitri Medvedev telah berjanji sebagai untuk menumpas "sang teroris" tanpa melakukan refleksi pada militernya sendiri, dampaknya akan terasa jauh daripada ledakan kereta bawah tanah dan teater Moskow. (sa/newsweek)