eramuslim.com – Di sebuah gedung yang tampak terbakar di Gaza, terdapat grafiti Ibrani di dinding bertuliskan Kach dan Kahane, lambang supremasi Yahudi dan partai politik terlarang. Seorang serdadu “Israel” bertopeng sambil memegang senjata otomatis mengritik Menteri Pertahanan yang tak lain adalah komandannya.
“Yoav Gallant, kamu tidak bisa memenangkan perang. Mundurlah. Anda tidak dapat memerintah kami!” katanya sebagaimana dilansir banyak media internasional.
Yoav Gallant adalah Menteri Pertahanan “Israel”. Rekaman video itu diunggah ke media sosial pada hari Sabtu (25/05/2024) dan di-share oleh Yair Netanyahu, putra Perdana Menteri.
Lebih lanjut pria bertopeng itu mengatakan, 100.000 tentara cadangan lainnya akan memberontak, jika unsur-unsur pemerintah yang bimbang seperti Gallant menggagalkan tujuan Netanyahu untuk “kemenangan penuh” atas Gerakan Perlawanan Islam (HAMAS).
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) segera melakukan penyelidikan kriminal atas video tersebut. Perilaku serdadu itu dianggap merupakan “pelanggaran serius” terhadap perintah IDF dan nilai-nilai IDF, kata pihak IDF dalam sebuah pernyataan, dilansir oleh the Guardian (27/05/2024).
Pekan Menyedihkan
Di dalam masyarakat “Israel” yang terdiri atas beragam etnis, agama, dan pandangan politik, militer diharapkan menjadi tentara rakyat yang menyatukan. Namun ketika perang melawan HAMAS mendekati bulan kesembilan, persatuan itu dirasa semakin memudar.
“Kami adalah masyarakat yang terpecah secara politik dan sayangnya juga terpecah dalam hal-hal yang paling penting,” kata Simcha (45 tahun), warga yang sedang berekreasi di First Station Yerusalem, pada hari Ahad yang panas lalu.
“Ketika menyangkut perang dan permasalahan di Timur Tengah, kita terpecah belah mengenai cara menyelesaikannya… Saya tidak tahu apakah ada solusinya,” lanjutnya.
Warga lainnya, Yifrat (67 tahun), mengatakan, “Ada kebencian dan agresi di semua sisi. Aku tidak tahu bagaimana kita bisa kembali bersama setelah ini. Saya tidak yakin akan ada kemenangan dalam perang.”
Perang dirasa semakin lama dan berlarut-larut, tanpa ada rencana konkrit untuk langkah berikutnya. Perundingan untuk membebaskan 100 atau lebih sandera “Israel” yang tersisa berulang kali gagal, sementara HAMAS dan Hizbullah Lebanon terus mengganggu kehidupan sehari-hari warga dengan serangan roket.
Bulan Oktober 2023 lalu jajak pendapat menunjukkan 70% warga “Israel” percaya bahwa negaranya harus berjuang sampai HAMAS tersingkir. Namun pada bulan Mei ini, survei yang dilakukan Midgam Institute -sebuah perusahaan riset yang berbasis di Bnei Brak, sebelah timur Tel Aviv- menemukan 62% masyarakat menganggap bahwa “kemenangan total” di Gaza adalah hal yang mustahil.
Demonstrasi terjadi di seluruh “Israel” pada Sabtu malam lalu. Para pengunjuk rasa menuntut kesepakatan sandera segera dan percepatan pemilihan umum. Di Tel Aviv, tujuh orang ditangkap setelah menyalakan api unggun di persimpangan jalan raya utama.
Pergeseran pandangan terhadap perang ini bersamaan dengan anjloknya posisi “Israel” di mata dunia internasional. Penyebabnya tak lain adalah jumlah korban sipil tewas yang terus meningkat dan krisis kemanusiaan di Gaza.
Pekan lalu bahkan menjadi minggu yang sangat menyedihkan bagi negara Yahudi tersebut di panggung dunia. Kantor kejaksaan ICC (pengadilan pidana internasional) mengatakan pihaknya sedang mencari surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan Gallant, juga pejabat senior HAMAS. Lalu negara-negara Eropa, Irlandia, Norwegia, dan Spanyol secara resmi mengakui negara Palestina. Pengadilan internasional, yang menengahi perselisihan antar negara, juga memerintahkan penghentian serangan baru yang menghancurkan kota Rafah di Gaza selatan.