Partai oposisi Islam Malaysia (PAS) telah mendukung keputusan oleh negara Malaka di selatan Malaysia itu . Malaka melarang penjualan alkohol di daerah yang dominan Muslim, dan melarang pula setiap Muslim bekerja dalam industri alkohol .
“Kami mengucapkan selamat kepada pemerintah negara bagian Malaka untuk menegakkan larangan tersebut,” Partai Islam se-Malaysia (PAS) , anggota komite sentral Nasrudin Hasan, Datuk Khairuddin Aman Razali dan Nik Mohamad Abduh Nik Abdul Aziz mengatakan dalam sebuah pernyataan bersama yang dikutip oleh The Rakyat Pos, Senin , 2 Februari.
“Larangan ini secara tidak langsung membantu individu yang terlibat untuk mencari alternatif kerja untuk mendapatkan penghidupan halal. Sebagai individu Muslim, penjualan alkohol dilarang oleh hukum, “tambah anggota parlemen PAS.
Larangan baru, disetujui oleh Ketua Menteri Malaka Datuk Seri Idris Haron, menetapkan bahwa pemilik toko harus segera menghentikan penjualan alkohol, dianggap sebagai haram, atau dilarang dalam Islam.
Keputusan, diterapkan dalam masyarakat di mana Muslim membentuk lebih dari 90 persen dari populasi.
Islam mengambil sikap tanpa kompromi dalam melarang minuman keras.
Aturan Islam melarang Muslim dari minum atau bahkan menjual alkohol.
Menyambut keputusan Malaka, PAS menyerukan menerapkan larangan serupa pada penjualan alkohol secara nasional.
“Kami mendesak kebijakan seluruh pemerintah negara bagian yang berhubungan dengan aturan alkohol untuk dibakukan secara nasional,” kata anggota parlemen dalam sebuah pernyataan bersama yang dikutip oleh MalayMail online.
“Selain itu, setiap upaya untuk membebaskan umat Islam dari industri alkohol harus didukung.”
Larangan itu akan membantu “mengeluarkan ” pekerja Muslim dari terlibat dalam pekerjaan yang dilarang oleh agama mereka, mereka menambahkan.
Sedangkan partai-partai lain seperti Asosiasi Cina Malaysia (MCA) menentang seruan dari PAS .
Menurut MCA, larangan baru itu akan menghasilkan pemisahan etnik serta memblokir integrasi antara berbagai etnis di negara ini.
Gerakan Pemuda (Sekuler) mengatakan bahwa kebijakan baru pemerintah itu berarti campur tangan politik dalam perdagangan, mendesak pemerintah negara bagian untuk mempertimbangkan kembali larangan tersebut.
Malaysia yang memiliki populasi hampir 26 juta, dengan orang Melayu, sebagian besar umat Islam, membentuk hanya 60% sudah mampu menerapkan aturan Islam sedikit demi sedikit, bagaimana dengan Indonesia ? (OI/KH)