Komunitas Muslim sudah menetap di Eropa sejak puluhan tahun dan memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian Eropa. Tapi sejak peristiwa serangan 11 September 2001, kontribusi komunitas Muslim di Eropa seakan dilupakan. Sekarang, Muslim di Eropa menjadi sasaran kecurigaan dan mereka dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan terkait identitas, afiliasi, aspirasi dan gaya hidup mereka.
Hal ini terungkap dalam seminar bertajuk "Muslim Imigrants in Europe" yang digelar Institute of Policy Studies (IPS)dan Pakistan-Norway Association (PANA).
Mantan Presiden PANA Amir Iftikhar Warraich, salah satu pembicara dalam seminar itu mengatakan, komunitas Muslim mengalami di Eropa mengalami diskriminasi yang lebih luas, terutama di sektor pendidikan, lapangan kerja dan perumahan. Saat menjalani wawancara untuk mendapatkan akses ke ketiga sektor itu, seorang Muslim akan ditanya "Seberapa taat Anda sebagai Muslim? atau Sejauh mana Anda mematuhi ajaran Islam?"
"Tapi seorang Muslim yang tidak menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan pribadinya maupun di masyarakat, mendapatkan kesempatan yang luas di bidang ekonomi dan sosial. Berbeda dengan Muslim yang menjunjung tinggi nilai-nilai agamanya, cenderung dituding akan mengganggu masyarakat yang homogen," kata Warraich.
Ia juga mengatakan, orang-orang Eropa sangat kritis terhadap para muslimah dan hanya bisa menerima muslimah yang tidak terlalu taat menjalankan ajaran agamanya. "Mereka menganggap muslimah yang tidak taat pada agamanya sebagai panutan bagi muslimah lainnya agar keluar rumah dan tampil ke tengah publik," sambung Warraich.
Bagi masyarakat Eropa, tambah Warraich, agama menghambat kemajuan. "Kalau Anda cukup memiliki ketrampilan yang berkualitas, berkepribadian menarik, tapi tidak mau melepas identitas muslim Anda, maka semua pintu tertutup buat Anda," tukasnya.
Pembicara lainnya, Ketua Danish International Dialogue–organisasi yang berbasis di Denmark–Muhammad Athar Javed berpendapat berbeda. Ia mengungkapkan bahwa banyak muslim, khususnya muslim keturunan Pakistan di Denmark dan negara-negara Eropa lainnya, yang menduduki jabatan penting dan memberikan kontribusi yang besar dalam lapangan kerja di bidang sains dan teknologi.
Menurut Javed, komunikasi dan dialog yang terus menerus merupakan solusi untuk menjaga keharmonisan masyarakat yang berasal dari berbagai latar belakang.
Sementara itu, Direktur IPS, Khalid Rahman mengungkapkan, permasalah utama yang dihadapi imigran muslim di Eropa adalah tidak tersedianya infrastruktur dan fasilitas sosial untuk menunaikan kewajiban ibadah dan layanan hukum berkaitan dengan status kewarganegaraan mereka.
Persoalan lainnya yang dihadapi komunitas Muslim di Eropa adalah masalah asimilasi dan integrasi di tengah masyarakat non-Muslim, serta isu-isu terkait konsep liberal, sekuler dan anti-agama yang dianut sebagian besar masyarakat Eropa.
Menambahkan penjelasan Rahman, Analis senior di IPS Riyazul Haque juga mengungkapkan sikap bias masyarakat Eropa terhadap komunitas Muslim. Contohnya, sebagian besar masyarakat Eropa melarang penolakan terhadap tragedi Holocaust, karena dianggap akan melukai kaum Yahudi. Tapi di sisi lain, masyarakata Eropa tidak sensitif terhadap hal-hal yang bisa menyinggung dan melukai perasaan kaum Muslimin.
Haque juga menekankan perlunya rasa untuk memberikan perlindungan bagi kaum Muslimin yang tinggal di Eropa, karena komunitas Muslim di Eropa masih menjadi sasaran kebencian, kecurigaan dan diskriminasi. Ia juga menegaskan pentingnya komunitas Muslim di berbagai belahan dunia, terutama yang menetap di neger-negeri non-Muslim, untuk menggalang persatuan dan memperkuat ukhuwah. (kw/ExpressTribune)