Dewan Ulama Islam Irak menyatakan penolakannya kepada para anggota Kabinet dan Parlemen Irak yang menyetujui draft undang-undang minyak dan gas yang kini masih sedang dibahas. Menurut Dewan Ulama Islam, isi undang-undang itu merugikan harta bumi Irak dan karenanya akan berimbas pada melemahnya negara dan munculnya ketidakamanan.
Di sisi lain, Pemerintahan Kurdistan Irak juga memperingatkan para petinggi Irak agar tidak merubah hal-hal prinsipil yang ada dalam undang-undang perminyakan. Mereka mengaku belum melihat draft undang-undang perminyakan yang sudah disepakati Kabinet dan Parlemen Irak hari Selasa kemarin (3/6).
Menurut Dewan Ulama Islam dalam keterangannya, “Draft undang undang minyak dan gas itu memberi kerugian pada kekayaan alam yang begitu berharga di Irak. Karena di dalamnya membolehkan korporasi internasional besar untuk menguasainya. ”
Dewan Ulama Islam menyatakan bahwa pendapatnya itu berdasarkan pandangan sejumlah pakar minyak Irak yang telah mempelajari keseluruhan isi draft tersebut.
Pernyataan sikap ini merupakan salah satu sumber yang menjadi rujukan kuat bagi kaum Sunni di Irak. Dalam organisasi ini terdapat para ulama Islam yang dipercaya rakyat Irak. “Ada banyak kerusakan besar yang bisa muncul bila undang-undang ini diterapkan, dan efeknya bisa melemahkan negara serta mengganggu keamanan dan stabilitas Irak, ” tulis Dewan Ulama Islam Irak.
Sementara pihak pemerintahan Irak telah menyetujui undang-undang tersebut dan telah dikirim ke parlemen Irak untuk dikaji dan memperoleh dukungannya.
Dewan Ulama Islam menyatakan bahwa pengambilan suara dengan perwakilan kabinet pemerintah dan parlemen untuk urusan minyak tidak bisa dilakukan. “Minyak adalah harta bumi milik masyarakat umum, dan karena itu juga, minyak merupakan kepemilikan umum. Artinya, minyak adalah milik semua orang yang ada sebagai warga negara Islam. Tidak ada satupun pihak yang berhak mengolah kecuali berdasarkan keputusan legal dan sesuai dengan ketentuan fiqih. ”
Irak memiliki cadangan minyak terbesar ketiga di dunia. Sebagian besar cadangan minyak Irak berada di wilayah Kurdi di bagian utara dan wiayah Syiah di Irak selatan. Tapi dalam draft undang-undang itu, cara penghasilan minyak akan dibagi oleh kelompok etnik dan alirannya sangat penting untuk menarik penanam modal asing, guna menaikkan hasil minyak dan membangun kembali ekonomi negeri itu.
Karenanya, pemerintah Kurdi Irak juga telah mengirimkan penolakan dan peringatan mereka kepada pemerintah Irak bila terjadi perubahan mendasar dalam proyek minyak dan gas Irak. “Kami berharap Kabinet dan parlemen Irak tidak menyetujui draft undang-undang itu, ” tulis pemerintah Kurdi dalam pernyataannya.
Yang menambah situasi panas adalah, satu kelompok garis keras Irak telah mengancam akan menyerang anggota parlemen yang menyetujui rancangan undang-undang untuk mengatur industri minyak dan gas di Irak.
Brigade Revolusi 1920 mengatakan dalam suatu pernyataan yang disiarkan melalui Internet yang digunakan pejuang Sunni, bahwa usul peraturan mengenai minyak tersebut adalah kendaraan bagi Amerika Serikat untuk mencuri kekayaan minyak Irak.
"Kami memperingatkan semua orang yang memiliki peran dalam pengesahan hukum ini, yang merupakan bahaya bagi masa depan kita… Mereka takkan lolos dari hukuman mujahidin, " demikian antara lain isi pernyataan tersebut. (na-str/iol, kpnlg)