Dewan Gereja Dunia akan Buat Tata Aturan Pindah Agama dan Misionaris

Gereja-gereja Protestan dan Orthodox selama tiga tahun ini akan melakukan studi bersama Vatikan untuk membuat tata aturan tentang pindah agama dan aktivitas misionaris.

Kepala kantor hubungan antar agama World Council of Churches (WCC), Hans Ucko menyatakan, di akhir studi ini WCC berharap bisa mengajukan sebuah proposal tentang tata aturan yang akan menegaskan komitmen bahwa pemeluk Kristen tidak akan melakukan hal-hal yang mencemari keyakinan lain.

"Isu pindah agama masih menjadi dimensi yang kontroversial dalam banyak hubungan antar agama dan pengakuan dosa," kata Ucko.

Inisiatif membuat tata aturan pindah agama merupakan respon terhadap keprihatian yang sudah berlangsung lama, tentang sejauh mana agama-agama di dunia bisa melakukan upaya penarikan umat baru.

WCC yang terdiri dari gereja-gereja Protestan, Ortodok dan Vatikan akan meluncurkan proyek studi ini dalam pertemuan di kota Velletri, dekat Roma. Pertemuan 4 hari yang akan dimulai Jumat (12/5) akan dihadiri oleh sekitar 30 perwakilan agama.

Selama tiga tahun proses studi, kalangan agama Hindu, Budha, Yahudi, Muslim dan agama kepercayaan lainnya diajak untuk ikut berperan aktif dengan melibatkan Dewan Kepausan untuk dialog antar agama dan kantor hubungan antar agama WCC.

Ucko menegaskan, dialog bertujuan untuk mencapai keseimbangan antara kebebasan beragama dan tanggung jawab etika. Menurutnya, ide untuk membuat aturan dalam melakukan penyebaran agama sudah muncul sejak bertahun-tahun yang lalu, ketika WCC yang berbasis di Jenewa melakukan kontak-kontak secara teratur dengan Vatikan setelah muncul persoalan pada misi misionaris di India. Saat itu, metode yang digunakan misionaris Kristen ternyata menimbulkan masalah bagi umat Kristen lokal di India.

"Studi ini pada dasarnya adalah proyek antara umat Kristen, dialog antar umat Kristen. Sebab, meski sejumlah orang melakukan dengan pendekatan yang halus, tapi ada yang melakukan misi yang oleh orang lain bisa dipandang sebagai upaya memberantas agama lain dan bisa menyinggung penganut agama lain," jelas Ucko.

Ia mengakui di sejumlah wilayah terjadi pemaksaan yang mengakibatkan rusaknya tatanan kehidupan beragam pemeluk agama yang hidup berdampingan dengan damai. Ucko mencontohkan apa yang terjadi di Srilanka setelah peristiwa tsunami Desember 2004 lalu. Gerakan yang dilakukan oleh misionaris asing agar warga setempat pindah agama, menyebabkan timbulnya serangan terhadap warga lokal Kristen yang sudah lama tinggal wilayah itu.

Hal serupa juga terjadi di Indonesia. Surat kabar The Observer dalam laporannya menulis, aktivitas misionaris Kristen dari negara-negara Barat di provinsi Aceh pascatsunami telah mengganggu upaya pemberian bantuan dan menimbulkan ketegangan serta perlawanan dari warga Muslim lokal.

Washington Post dalam laporannya edisi Kamis, 13 Januari 2005 menyebutkan, kelompok misionaris asal AS berencana meng-kristenkan sekitar 300 anak-anak Muslim dari Aceh.

Dalam persoalan lain, Ucko menolak ada kaitan antara misi Kristenisasi dengan kontroversi yang muncul belum lama ini, yaitu kasus seorang Muslim Afghanistan yang diseret ke pengadilan dan diancam hukuman mati karena dianggap murtad.

Pengadilan Abdul Rahman, Muslim Afghanistan yang pindah agama itu akhirnya dihentikan atas perintah Presiden Hamid Karzai, setelah Gedung Putih dan Paus campur tangan. (ln/iol)