Deputi Kepala Biro Politik Hamas, Abu Marzook mengatakan Hamas tidak membenci orang-orang Yahudi dan jika terbentuk negara Palestina merdeka, Hamas menjamin orang-orang Yahudi bisa hidup dengan aman dan damai di tengah Muslim Palestina.
Marzook menyatakan hal tersebut menjawab pertanyaan dari seseorang yang menyebut dirinya sebagai warga Yahudi Israel, tentang negara macam apa yang akan dibangun Hamas di Palestina. Pertanyaan itu adalah salah satu pertanyaan-pertanyaan yang masuk ke situs Islamonline, ketika situs itu mengumumkan akan melakukan wawancara dengan Marzook dan memberikan kesempatan bagi pembacanya untuk ‘menitipkan’ pertanyaan seputar Hamas dan Palestina.
"Kami akan hidup berdampingan dengan orang-orang Yahudi sesuai dengan ajaran agama, etika dan nilai-nilai sejarah yang kami miliki, " kata Marzook sambil mengingatkan kembali bahwa selama berabad-abad banyak orang-orang Yahudi hidup dengan damai di negara-negara Arab dan Muslim.
"Orang-orang Yahudi hidup bebas dan berbisnis di Mesir dan Baghdad, pasar-pasar di kota Baghdad menjadi bukti apa yang dimiliki orang-orang Yahudi, " ujar Marzook.
Marzook yang pernah mengenyam pendidikan di AS hingga mendapat gelar doktor di bidang teknik dan aktif di Hamas sejak akhir tahun 1980-an menambahkan, umat Islam tidak menemukan masalah dalam berhubungan dengan penganut agama yang berbeda-beda. "Kami mengakui hak-hak orang lain, yang menjadi bagian dari sistem dan etika agama yang kami anut, " jelasnya. Tapi, tegas Marzook, Hamas tidak akan bisa menerima jika dipaksa menyerahkan hak-hak bangsa Palestina.
Menjawab pertanyaan mengapa Hamas memutuskan berpolitik dengan ikut serta dalam pemilu legislatif di Palestina, Marzook menjawab bahwa politik dan perlawanan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dan dilakukan Hamas secara bertahap dalam beberapa tahun belakangan ini.
"Perlawanan itu sendiri merupakan bagian dari politik. Kita tidak bisa memisahkan keduanya. Perlawanan adalah klimaks dari politi dan perlawanan adalah cara berpolitik dengan menggunakan bahasa peluru, " ujar Marzook.
Ia mencontohkan blokade Israel di Ghaza saat ini adalah bukti nyata bagaimana politik dan perlawanan bisa dikombinasikan. Marzook juga menegaskan bahwa Hamas masih dan akan tetap menjadi gerakan perlawanan sebagai upaya untuk mencapai apa yang menjadi tujuan dari bangsa Palestina.
Hamas dan Iran
Abu Marzook juga menjawab pertanyaan tentang hubungan Hamas dengan Iran. Menurutnya, Iran adalah sahabat dekat Hamas. "Sikap politik Iran hampir sama dengan sikap politik Hamas, " tukasnya.
Marzook menyatakan, negara-negara Arab seharusnya tidak perlu mengkhawatirkan kedekatan hubungan Hamas dengan Iran, dengan mencurigai Iran sedang menyebarkan kekuatannya di Palestina. "Hamas selayaknya tidak disalahkan atas hubungannya dengan Iran, sementara negara-negara Arab dan non-Arab bersikap negatif terhadap Hamas, " tegas Marzook.
Seperti diketahui, Iran adalah salah satu negara yang lebih dulu menawarkan bantuan finansial pada pemerintahan Hamas di Ghaza, setelah dunia internasional membekukan semua bantuannya untuk pemerintahaan Palestina sejak Hamas berkuasa.
Marzook mengatakan, wacana bahwa Iran sedang menebarkan pengaruh ke-syiah-annya di Palestina adalah bagian dari siasat AS untuk melanggengkan kepentingannya dan kepentingan sekutunya Israel di wilayah itu. "Isu-isu sektarian secara keseluruhan masih dipertanyakan dan itu dilakukan untuk kepentingan Israel. AS memainkan isu sektarian seperti yang dilakukannya di Irak… demi mencapai tujuan AS untuk menjadi kekuatan yang dominan, " tandas Marzook. (ln/iol)