Pemerintah Denmark mulai melakukan deportasi terhadap warga negara Irak yang permohonan suakannya ditolak. Kebijakan ini menuai kecaman karena banyak warga Irak, baik individu maupun keluarga yang sudah menetap di Denmark selama 10 tahun. Deportasi dilakukan sesuai kesepakatan antara pemerintah Denmark dan Irak bulan Mei lalu. Dalam kesepakatan itu disebutkan bahwa Denmark akan memulangkan warga negara Irak yang permohonan suakanya di tolak. Sejumlah organisasi hak asasi manusia dan organisasi kemasyarakatan serta Badang Pengungsi PBB (UNHCR) sudah meminta Denmark untuk memberikan ijin bagi warga negara Irak untuk menetap sementara di Denmark atas dasar kemanusiaan, karena situasi keamanan di Irak yang belum stabil. UNHCR sejak 2008 lalu sudah meminta negara-negara Uni Eropa untuk menampung para pengungsi dari Irak. Atas permintaan tersbeut, kementerian dalam negeri Uni Eropa setuju untuk menampung 10 ribu pengungsi Irak yang akan ditempatkan di sejumlah negara Eropa, seperti Jerman, Swedia, Inggris, Prancis, Finlandia, Belanda termasuk Denmark. Selain di Eropa, banyak pengungsi Irak yang ditampung di Suriah dan Yordania. Para pengungsi belum mau kembali ke Irak dengan alasan keamanan. Invasi AS dan sekutunya ke Irak untuk menumbangkan pemerintahan Saddam Hussein, telah menghancurkan seluruh sendi-sendi kehidupan di Negeri 1001 malam itu. Sampai saat ini, pasukan asing di Irak tidak mampu menjadikan Irak menjadi negeri yang lebih aman dan damai bagi penduduknya. Kondisi Irak malah makin buruk dibandingkan masa sebelum invasi pasukan koalisi AS. Aksi-aksi kekerasan di Irak masih terus terjadi hingga kini dan korbannya kebanyakan warga sipil tak berdosa. Analis politik yang berbasis di Washington, Raed Jarrar mengatakan kunci stabilitas kemanan Irak adalah penarikan mundur pasukan AS. "Penarikan mundur pasukana AS harus segera dilakukan, meski situasi keamanan mungkin masih labil, Irak sudah siap jika AS mengakhiri penjajahannya di negeri itu," kata Jarrar. (ln/prtv/aljz)