Delegasi Muslim Inggris melakukan kunjungan selama lima hari ke Mesir untuk berdialog dan memberikan informasi seputar realitas kehidupan yang dihadapi sekitar dua juta Muslim di Inggris pada masyarakat, tokoh-tokoh agama dan politik serta pemuka masyarakat di Negeri Piramida itu.
Kunjungan itu merupakan bagian dari program Projecting British Islam (PBI) yang disponsori oleh Foreign and Commonwealth Office (FCO). Delegasi Muslim Inggris yang ikut dalam program itu antara lain penulis Ed Hussein, dosen Universitas Middlesex dan imam Masjid Tawhid London Usama Hassan serta editor majalah Islam Q-News Abdul Rahman.
Sejak program ini berjalan tahun 2005 lalu, 70 delegasi Muslim Inggris melakukan kunjungan ke hampir 26 negara di Timur Tengah, Asia dan Afrika. Para delegasi menegaskan, mereka bicara atas nama mereka dan komunitas mereka sendiri, bukan atas nama pemerintah Inggris meski program itu disponsori oleh FCO.
"Kunjungan ini sebagai upaya untuk membantu dunia Islam untuk mengetahui apa yang terjadi pada warga Muslim Inggris. Ini penting, karena banyak peristiwa yang dialami oleh warga Muslim di Inggris. Apalagi saat ini kami, warga Muslim dan Islam sedang menjadi perdebatan di Barat, " kata Aftab Malik, satu dari tujuh orang delegasi PBI.
Delegasi lainnya Abdul Rahman mengatakan, "Sangat penting untuk menginformasikan tentang Islam di Inggris dan kehidupan warga Muslim di negeri itu."
Abdul Rahman yang besar di Kanada dan telah mengunjungi banyak negara mengatakan, Muslim di Inggris memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan ibadah dan perintah agamanya dan punya ruang untuk mengekspresikan intelektualitasnya.
"Sebagai seorang Muslim di Inggris, yang dinilai adalah seberapa besar Anda memberikan kontribusi pada masyarakat. Selain itu, saya tidak mengatakan ini sebagai toleransi, tapi rasa hormat dan inilah yang dipahami warga Muslim pada umumnya… setiap orang cenderung bersikap jujur dan tulus, " papar Abdul Rahman.
Lebih lanjut ia mengatakan, "Saya tidak mengatakan bahwa kehidupan di Inggris itu ibarat surga, karena saya pikir hidup itu tidak seperti surga bahkan bagi warga Muslim yang tinggal di negara-negara Muslim. Saya hanya ingin mengatakan bahwa banyak keuntungan hidup di Inggris."
Aftab sependapat dengan Abdul Rahman. Menurutnya, dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan selama delegasi itu berkunjung ke Mesir terbukti masih banyak orang yang memiliki asumsi yang salah. Misalnya, kata Aftab, ada yang bertanya "apakah anda dibiarkan menjadi seorang Muslim sejati di Inggris?" Aftab menanyakan apa yang dimaksud dengan Muslim sejati, lalu si penanya menjawab "contohnya melaksanakan salat dan puasa…"
"Saya katakan bahwa kami bisa melakukan itu semua… dan si penanya terlihat terkesima. Cukup mengejutkan, bahwa persepsi-persepsi semacam itu bisa diubah hanya dengan diskusi, " ujar Aftab.
Meski demikian, delegasi Muslim itu mengakui banyak tantangan yang harus dihadapi komunitas Muslim di Inggris. Mulai dari persepsi dan pemahaman yang salah tentang Islam, kondisi sosial ekonomi, tingkat pendidikan dan peran komunitas Muslim di tengah masyarakat. Tantangan makin berat pascaledakan bom di London tanggal 7 Juli tahun 2005 lalu.
Namun Aftab menyatakan warga Muslim tetap optimis mereka dapat mengatasi semua tantangan itu, karena biar bagaimanapun warga Muslim adalah bagian dari masyarakat Inggris. (ln/iol)