“Sudah saatnya dunia Islam hidup secara bebas dan demokratis,” ujar mantan Presiden Iran Muhammad Khatami dalam konfrensi internasional, bertajuk "Who Speaks for Islam? Who Speaks for the West" di Kuala Lumpur, Malaysia. Konferensi dua hari yang diprakarsai Malaysian Institute of Diplomacy and Foreign Relations itu berusaha menjembatani kesalahan dan perbedaan persepsi antara dunia Islam dan Barat.
Menurut Khatami sudah saatnya sekarang pemikiran dan kehidupan kaum Muslimin mengalami perubahan secara global. “Kaum Muslimin saat ini di berbagai belahan dunia telah bosan dengan kekerasan dan ekstrimitas atas nama agama. Mereka kini sudah siap memiliki pandangan di atas pemerintahan demokratis yang memacu perkembangan ilmiyah,” jelasnya.
Khatami menuyerukan pemerintah negara Barat untuk mengambil tindakan kongkrit dan tegas terhadap penyebaran karikatur yang melecehkan Rasulullah saw hingga melukai perasaan kaum Muslimin dunia. “Saya percaya bahwa jika Barat dan Dunia Islam bisa saling memelihara komitmen setelah berulangkali disebarluaskan gambar yang menyakitkan itu, maka kita akan melihat arus ketenangan global.” Namun ia mengingatkan negara-negara Barat agar tidak memberi konsumsi bagi bangkitnya ekstrimitas dan kekerasan kaum Muslimin dengan selalu menyebut dan menyebarluaskan tudingan bahwa kaum Muslimin adalah kaum teroris.
Dalam acara yang sama PM Malaysia Badawi juga menyampaikan pandangannya tentang hubungan Barat dengan Islam. Badawi menuturkan, saat ini masih banyak orang Barat yang memandang kaum Muslim sebagai golongan teroris. Islam juga masih dipandang identik dengan kekerasan. Mereka mengira Usamah bin Laden berbicara atas nama agama dan pengikutnya. Islam dan Muslim ikut tersangkut sehingga dipandang negatif dan terbelakang, kata Badawi yang juga menjadi ketua Organisasi Konferensi Islam (OKI) dengan 57 negara anggota.
Dia memandang perlunya dibangun sebuah jembatan yang bisa menghubungkan kedua peradaban. Barat harus memperlakukan Islam dengan cara seperti mereka ingin Islam memperlakukan Barat. Begitu pula sebaliknya. Kedua pihak harus saling menerima dalam posisi yang sama, tegas PM Malaysia tersebut. Dia menambahkan, sikap respek, timbal balik, dan persamaan adalah syarat terpenting dalam hubungan yang harmonis di antara keduanya. “Jangan menonjolkan hegemoni. Islam dan Barat harus mengedepankan cara-cara yang moderat dan menekan ekstremisme. Kita harus berani dan kita harus jujur untuk mengakui bahwa selama ada hegemoni, selama salah satu pihak ingin mengontrol dan mendominasi yang lain, kebencian dan permusuhan di antara kedua peradaban akan terus berlangsung.
Jurang pemisah antara kedua peradaban muncul sejak lama. Penyebabnya beragam, mulai dari Perang Salib, kolonialisme Barat, pendudukan Israel, hegemoni pasca penjajahan, hingga keinginan Barat untuk menguasai minyak di negara-negara muslim,” ujarnya.
Menurut Badawi, ada beberapa kelompok di kedua peradaban yang mempunyai persepsi sama. Mereka menentang hegemoni, kekerasan dan teror, menginginkan dunia yang damai, serta bersatu dalam ikatan yang sama. Mereka inilah, kata Badawi, yang bisa berperan membangun jembatan di antara dunai Islam dan Barat.
”Mari kita mulai menghilangkan kelompok ekstremis yang ada di tengah-tengah kita. Kita harus menghentikan penghinaan terhadap agama lain atau pelecehan terhadap simbol yang dianggap suci. Untuk menghadapi fanatisme dan histeria, kita harus bertindak secara moderat dan rasional,” ajaknya. (na-str/bbc/btmp)