Akhir-akhir ini di Iran tengah ramai dibicarakan masalah nikah mut’ah. Pasalnya, Ayatullah Husen Khomeni, cucu pemimpin revolusi Iran Ayatullah Khomeni, menolak keras pernyataan Menteri Dalam Negeri Iran yang menggagas nikah mut’ah sebagai jalan untuk memenuhi hajat biologis kaum muda Iran.
Terang saja pernyataan itu memicu amarah cucu tokoh besar revolusi Iran itu. "Pernyataan (Mendagri) itu sangat melecehkan wanita. Secara keyakinan syariat, saya percaya (mut’ah) itu ada di dalam Islam dan di Al-Qur’an. Ini yang ditolak para ulama Sunni. Tapi praktek nikah mut’ah itu telah diselewengkan, karena itu ada agar orang-orang terhindar dari pelacuran dan terjerumus ke dalam perzinahan. Tapi terkadang (mut’ah) itu seperti perzinahan dan dalam prakteknya lebih buruk dari perzinahan, " ujar Husen Khomeni.
Husen Khomeni juga menambahkan, pernyataan Mendagri itu melecehkan kepribadian wanita, terlebih lagi sebagian wanita memandang dirinya seperti barang dagangan untuk kesenangan kaum agamawan dan non-agamawan yang menggagas ide seperti ini.
"Masalah ini tergantung kaum wanita. Mereka memutuskan sendiri masalah ini. Bukan kaum agamawan atau non-agamawan yang memutuskan nasib mereka, " tegas dia
Diakui Husen bahwa realitas nikah mut’ah memang berlaku di Iran. Tapi menurut dia, sebagian kaum muda ada yang memilih nikah mut’ah dan ada pula yang lebih memilih jalinan persahabatan dan cinta.
Sementara aktifis perempuan Iran Syadi Shadr menilai bahwa budaya Iran sekarang menaganggap nikah mut’ah sebagai hal yang tak pantas, meski secara hukum positif, nikah mut’ah legal.
Aktifis perempuan Iran lainnya Fatimah Siddiqi membeberkan hasil studinya bahwa, mayoritas wanita Iran yang setuju atas praktek nikah mut’ah beralasan untuk memenuhi dan menutupi kesulitan ekonomi mereka.
Pada beberapa hari lalu Mendagri Bur Muhammadi mengeluarkan gagasan agar nikah mut’ah difokuskan untuk menjamin kaum muda Iran dalam hal pemenuhan kebutuhan biologis, agar terhindar dari ‘hubungan ilegal’.(ilyas/alrb)