Sebanyak 103 Ormas Islam internasional mendesak negara-negara Islam untuk menolak hasil Konferensi Internasional PBB, yang akan segera disosialisasikan ke berbagai negara dunia, untuk ditandatangani. Alasannya, banyak isi dokumen tersebut yang bertabrakan dengan nilai-nilai Islam dan kemanusiaan secara umum.
Koalisi Islam Internasional untuk Perempuan dan Anak-anak, pada hari Rabu (14/3) mengecam hasil putusan konferensi yang penuh kontroversi yang dilakukan oleh Tim Pusat Perempuan di bawah payung PBB pada 26 maret-9 Maret yang bertema, “Menghapuskan Semua Problematika Kekerasan dan Perbedaan Terhadap Anak Perempuan. ”
Keputusan yang dikeluarkan dari pakar perempuan dalam tubuh PBB itu, mencakup saran-saran dan program aksi yang dianggap sebagai bom yang bisa merusak moral dan sosial kemanusiaan secara umum. Isi keputusan itu juga dianggap bisa menghancurkan pilar-pilar keluarga, pilar moral dan sosial masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan lebih dari 100 ormas Islam internasional meneriakkan suara “tidak” terhadap ide berbahaya itu.
Di antara poin yang mengancam masa depan keluarga adalah saat berbicara tentang hak anak perempuan yang berusia minimal 18 tahun. Dalam dokumen itu dijelaskan kapan dan bagaimana sang anak bisa mendapatkan ruang untuk aktif secara seksual (sexually active), pemberian informasi seks terhadap anak perempuan, memberi sarana kesehatan untuk melahirkan bagi para remaja putri dengan mengajarkan mereka cara berhubungan seks yang aman, menganggap pernikahan dini sebagai problematika yang menjadi asas kekerasan terhadap perempuan, menuntut adanya undang-undang yang tegas kepada pelaku kekerasan terhadap perempuan, mentolerir hak-hak penyimpangan seksual yang dialami kaum perempuan (lesbian girls), memberi hak untuk anak perempuan menetapkan sendiri identitas seksualnya dalam arti boleh menentukan sendiri perempuan atau laki-laki kah yang akan menjadi pendampingnya, memberi ruang bagi para penderita penyimpangan seksual untuk menyampaikan pendapat dan pandangannya tentang kelainan yang dialaminya.
Dokumen itu juga menyebut bahwa faktor agama, khususnya di negara-negara yang melandaskan agama sebagai hukum, merupakan faktor yang mengekang dan membatasi kebebasan dan menambah kekerasan. Karenanya, dokumen itu menuntut adanya penekanan atau perubahan dengan apa yang mereka namakan “stereotypes gender”, karena agama dianggap sebagai alasan yang bisa menekan peran perempuan hanya sebagai ibu dan isteri belaka. Selain hal-hal ‘aneh’ itu, dokumen yang dikeluarkan oleh tim perempuan PBB itu juga menuntut persamaan sempurna antara kaum perempuan dan kaum laki-laki dalam hal warisan, karena hukum waris yang ada dianggap memiliki bias gender yang lebih mementingkan kaum laki-laki di atas kaum perempuan.
Karena hal itulah, Camelia Hilmi, Sekjen Koalisi Islam Internasional untuk Perempuan dan Anak-anak meminta semua hal yang bertentangan dengan nilai Islam dan nilai kemanusiaan, dihapus. Ia juga menyampaikan kerisauannya terhadap sebagian negara Arab dan Islam yang ingin menandatangani dokumen tersebut tanpa lebih detail memeriksa poin-poin yang terkandung di dalamnya.
Komite Islam yang terdiri lebih dari seratus ormas itu menerbitkan buku yang bertema “Sanggahan Terhadap Kesepakatan Program untuk Menghilangkan Problematika Diferensiasi Perempuan” dan buku berjudul “Pandangan Islam untuk Memerangi Penyakit Aids”. (na-str/ikhol)