Menurut Xinhua, pertemuan tersebut dihadiri oleh 16 pakar yang terdiri dari perwakilan agama berbeda dan beberapa pejabat dari Komite Sentral Partai Komunis China serta diawasi oleh Ketua Konferensi Konsultatif Politik Rakyat China, Wang Yang.
Wang sendiri adalah seorang tokoh yang gencar menekankan bahwa otoritas agama harus mengikuti instruksi Presiden Xi Jinping dan menafsirkan ideologi agama yang berbeda sesuai dengan nilai-nilai inti sosialisme dan perkembangan zaman. Wang juga mendesak para pejabat membangun sistem keagamaan dengan karakteristik China.
Dalam pertemuan tersebut, para pejabat setuju untuk mengevaluasi kembali “buku-buku” agama untuk mencegah pemikiran ekstrem dan ide-ide sesat yang dapat mengikis negara.
Padahal, pertemuan sendiri dilakukan di tengah banyaknya kritikan dunia internasional atas dugaan persekusi yang dilakukan oleh China terhadap minoritas Muslim Uighur.
Dengan adanya kesepakatan untuk mengevaluasi kitab-kitab suci agama, Peneliti China di Amnesty Internasional, Patrick Poon mengatakan rencana tersebut menunjukan bagaimana manipulatifnya pemerintah China yang seakan-akan mengizinkan warganya beragama, namun dengan konten yang hanya diizinkan pemerintah.
“Dalam banyak hal, kendali pemerintah China, termasuk sensor terhadap Alkitab dan Al Quran, telah memutarbalikkan doktrin teks-teks agama ini. Tidak ada kebebasan beragama sejati,” lanjutnya.
Sebelumnya, China bahkan menerima kecaman yang lebih buruk setelah dokumen-dokumen mengenai Xinjiang bocor. Dalam dokumen tersebut, terlihat bagaimana pemerintah China menjalankan sistem pusat pendidikan ulang untuk mengindoktrinasi kaum Muslim.
Dalam dokumen tersebut, terdapat pula pedoman untuk mengoperasikan pusat-pusat penahanan dan instruksi bagaimana menggunakan teknologi untuk menargetkan orang. Termasuk mengungkapkan bahwa kamp-kamp di Xinjiang bukan untuk pelatihan kerja sukarela, seperti yang diklaim Beijing. (*glr)