Lembaga Center for Public Integrity merilis hasil studinya perilaku pejabat pemerintahan AS terkait perang Irak. Dari hasil studi tersebut terungkap bahwa sejumlah pejabat tinggi negara AS melakukan banyak kebohongan, dan Presiden AS George W. Bush menduduki peringkat pertama sebagai orang yang paling banyak berbohong tentang agresi AS ke Irak.
Menurut hasil studi tersebut, Bush berbohong sebanyak 935 kali dalam kurun waktu dua tahun agresi AS ke Irak. Tercatat, Bush mengeluarkan 260 kali pernyataan bohong tentang senjata pemusnah massal di Irak dan tentang eksistensi al-Qaidah di Irak.
Charles Lewis, pendiri Center for Public Integrity menyatakan, 935 pernyataan-pernyataan itu dilontarkan Bush sedikitnya dalam 532 kesempatan sebelum invasi AS ke Irak, tanggal 18 Maret 2003. Lewis, dibantu oleh sejumlah peneliti akan memasukkan hasil studi ini ke dalam buku yang akan ditulisnya.
Memasuki tahun kelima agresi AS di Irak, Center for Public Integrity menyimpulkan bahwa pemerintahan Bush sudah menjadi korban dari laporan-laporan intelejen yang menyesatkan. Sebuah pernyataan yang sudah sering dilontarkan.
Hasil studi lembaga itu juga menunjukkan bahwa setelah Bush, pejabat AS yang memegang rekor berbohong adalah Collin Powell yang saat itu menjabat sebagai menteri luar negeri AS dengan jumlah kebohongan sebanyak 254 kali. Disusul kemudian oleh Wakil Presiden Dick Cheney, Penasehat Keamanan Nasional Condoleeza Rice, Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld, Deputi Menteri Pertahanan Paul Wolfowitz serta juru bicara pers Gedung Putih Ari Fleisher dan Scott Mclellan.
"Laporan ini tidak seperti laporan lainnya, yang meneliti lebih dari 900 pernyataan bohong untuk menyokong pemerintahan Bush dalam kasus agresi ke Irak, " ujar Bill Buzenberg, eksekutif direktur lembaga itu.
Menurutnya, Buhs dan tujuh pejabat tinggi pemerintahannya secara sistematis juga telah melakukan propaganda dengan memberikan pernyataan-pernyataan yang menyesatkan selama dua tahun pascaperistiwa 11 September 2001.
"Pernyataan-pernyataan palsu meningkat tajam pada Agustus 2002, sebelum Kongres mempertimbangkan resolusi perang dan selama minggu-minggu yang menentukan di awal tahun 2003, ketika presiden (Bush) memberikan pidatonya dan Powell menyampaikan presentasinya di Dewan Keamanan PBB, " papar Buzenberg. (ln/al-arby)