Usulan untuk membentuk pusat penelitian studi sistem politik dalam Islam mengemuka dalam pertemuan European Council for Fatwa and Research (ECFR) yang digelar di Istanbul Turki. Usulan itu disampaikan Profesor Said Abdullah Hareb, penasehat di Universitas Uni Emirat Arab.
Menurut Hareb, pembentukan pusat penelitian ini ditujukan untuk menciptakan sebuah proyek yang lengkap dan terintegrasi menyangkut sistem politik dalam Islam, yang mencakup semua detil mulai dari perspektif syariah dan persoalan-persoalan kontemporer yang berkembang saat ini.
Hareb menggarisbawahi kebutuhan untuk menelaah kembali isu-isu penting dalam bidang politik berdasarkan Islam atau sistem politik Islami, misalnya pembagian dunia menjadi dua bagian yaitu dar al-harb dan dar al-Islam (perang dan Islam)
"Pembagian ini tidak bisa diaplikasikan dalam dunia modern seperti sekarang ini, karena hukum syariah tidak menjadi dasar utama bagi semua hal, tapi ada isu-isu yang secara historis harus di tempatkan dalam konteks yang benar," ujar Hareb.
Ia menyatakan, sistem politik dalam Islam seharusnya menjadi prioritas utama, termasuk isu-isu yang berhubungan dengan perubahan tempat dan waktu. Menurutnya, banyak hal yang menyangkut sistem politik dalam Islam lebih dipahami hanya dalam kerangka studi dan riset serta dalam kerangka sejarahnya, tapi tidak dalam kaitan luasnya prinsip-prinsip hukum dan teks-teks berbasis syariah itu.
"Oleh sebab itu sangat penting isu-isu ini ditelaah kembali dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip dan ketengan-keterangan berdasarkan syariah agar tidak tercipta aturan-aturan hukum yang didasarkan pada peristiwa-peristiwa tertentu dalam sejarah," sambung Hareb.
Profesor Hareb juga menyatakan bahwa tidak ada format atau model khusus sistem politik dalam Islam, oleh sebab itu penerapannya harus ketat.
"Upaya keras kita harus diarahkan pada tujuan dari sistem politik itu sendiri dan bukan pada formatnya. Kita juga harus menahan diri untuk tidak membangun sebuah kekalifahan, tapi membangun sistem politik yang kuat dan Islami," tegas Hareb.
Ia menegaskan pentingnya mempelajari istilah-istilah seperti ‘pemerintahan’, ‘kedaulatan’ dan ‘kekuatan umat’ bersama dengan istilah lain dalam kaitannya dengan aturan-aturan berbasis syariah serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari agar terminologi-terminologi itu tidak disalahpahami atau disalahgunakan.
Usualan Profesor Hareb mendapat sambutan positif dari para peserta dan sesuai dengan tema pertemuan ECFR kali yang lebih menekankan pada partisipasi politik Muslim Eropa.
EFCR sendiri adalah badan yang dibentuk untuk memberikan pelayanan bagi warga Muslim di Barat dan memfasilitasi keinginan positif mereka untuk berintegrasi dengan masyarakat Eropa tanpa harus mengorbankan identitas keIslaman mereka. EFCR melakukan pertemuan dua kali dalam setahun di Eropa. Dari dua pertemuan, satu pertemuan harus dilaksanakan di markas besar ECFR di Dublin. (ln/iol)