"Era cek kosong itu sudah berakhir," kata Martin Indyk, mantan duta besar AS di Tel Aviv, mencoba meyakinkan bahwa pemerintahan presiden terpilih Barack Obama akan lebih intensif menggunakan diplomasi untuk menciptakan situasi yang lebih aman dan damai dalam menyelesaikan dalam konflik di suatu tempat seperti konflik konflik Israel-Palestina.
"Obama akan menerapkan kebijakan yang berbeda dengan kebijakan yang selama tujuh tahun ini diberlakukan dibawah pemerintahan George W. Bush," kata Indyk.
Menurutnya, Gedung Putih tidak akan menerima lagi "cek kosong" Israel, sesuai dengan janji "perubahan" yang disuarakan Obama dalam setiap kampanyenya.
Selama ini, AS menjadi penyokong dana utama bagi keberlangsungan eksistensi negara ilegal Israel. Laporan lembaga Layanan Riset Kongres AS menyebutkan, sejak tahun 1970 Israel menjadi salah satu negara penerima bantuan yang diprioritaskan AS dan masuk dalam katagori "Perhatian Khusus" dibandingkan sejumlah negara lain yang juga menerima bantuan AS.
Tahun 1987, setelah dinyatakan sebagai sekutu NATO, Israel merupakan negara yang menerima bantuan paling besar dari militer AS dan menurut data pemerintah AS, saat ini Israel menerima bantuan sebesar 2,4 milyar dollar dari AS setiap tahunnya untuk membiayai keperluan militernya.
Bulan Agustus tahun 2007, Presiden Bush menandatangani kesepakatan untuk menyalurkan bantuan sebesar 30 milyar dollar pada Israel untuk kurun waktu lebih dari 10 tahun. Dari jumlah bantuan itu, 6 milyar dollar diantaranya untuk bantuan militer Israel.
Mantan deputi menteri luar negeri AS bidang politik, Nicholas Burns mengatakan, AS menganggap bantuannya pada rezim Zionis Israel sebagai "investasi perdamaian-untuk jangka panjang."
Di sisi lain, PBB sudah mengeluarkan lebih dari 65 resolusi kecaman terhadap tindakan biadab Israel terhadap bangsa Palestina dan beberapa diantaranya diveto oleh AS.
AS tetap memberikan dukungan buta dan bantuan materi pada Israel meskipun dalam US Foreign Assistance Act (FAA) dan US Arms Export Control (AECA) disebutkan bahwa pemerintah AS dilarang memberikan bantuan bagi negara-negara yang telah melakukan pelanggaran hukum hak asasi manusia yang diakui secara intenarsional, seperti pelanggaran yang dilakukan Israel terhadap bangsa Palestina.
Pernyataan Indyk bahwa Obama tidak akan memberikan "cek kosong" lagi pada Israel sulit dipercaya karena sejak awal kampanyenya, presiden terpilih Barack Obama sudah menyatakan akan membela mati-matian sekutunya, Israel dan akan melakukan segala upaya untuk membantu Israel.
Israel Akan Serang Jalur Ghaza
Sementara itu, di Israel, perdana menteri sementara Ehud Olmert menginstruksikan para petinggi militernya untuk menyiapkan rencana serangan ke Jalur Gaza guna menghentikan apa yang disebut Olmert serangan roket yang ditembakkan oleh para pejuang Palestina.
Pernyataan serupa juga dilontarkan ketua Partai Kadima, calon kuat pengganti Olmert, Tzipi Livni. Perempuan yang saat ini juga menjabat sebagai menteri luar negeri Zionis Israel mengatakan, pemerintahnya akan merespon secara politik, ekonomi dan militer, roket-roket yang ditembakkan oleh pejuang Palestina. Padahal para pejuang Palestina menembakkan roket-roketnya sebagai balasan atas agresi-agresi Israel ke wilayah Jalur Gaza yang telah melanggar kesepakatannya sendiri untuk melakukan gencatan senjata dengan pejuang Palestina di Jalur Gaza.
Selama ini, Israel juga memblokade Gaza dengan menutup semua akses ke wilayah itu sehingga menimbulkan krisis kemanusiaan di Jalur Gaza. Akibat blokade itu, warga Gaza terancam kelaparan, kekurangan obat-obatan dan hidup dalam gelap karena ketiadaan listrik.
Merespon tindakan Israel, Juru Bicara Hamas Fawzi Barhum mengatakan bahwa Israel telah secara sistemati melanggar kesepakatan gencatan senjata. "Hamas sudah mendiskusikan masalah ini dengan berbagai faksi di Palestina dan seperti kesepakatan gencatan senjata dengan Israel tidak akan diteruskan. Hamas siap berhadapan dengan rezim Zionis Israel," tandas Barhum. (ln/prtv)