“Saya sangat optimis. Saya yakin saya dan partai saya bisa mendapatkan hasil suara yang bagus pada pemilu ini, ” ujar seorang Muslimah calon legislatif tentang Partai Persatuan Denmark.
Muslimah bernama Asma Abdol Hamid itu mengungkapkan keyakinannya akan unggul dalam pemilu yang akan dilaksanakan pada 13 November mendatang. Ia menegaskan takkan membuka jilbab dalam kampanye politiknya hingga menjadi anggota legislatif mendatang.
Asma, yang sebelumnya dikenal sebagai presenter tv Denmark pertama mengenakan jilbab, menyerukan minoritas Islam untuk melakukan aksi positif untuk menjawab tuduhan yang dilontarkan Partai Rakyat Denmark yang berhaluan ekstrim kanan, terhadap kaum Muslim.
Jurubicara partai sayap kanan-ekstrim Partai Rakyat Denmark (DPP), Soeren Krarup, menganggap jilbab Asma sebagai "simbol totaliter" dan menyamakannya dengan "Nazi swastika." Seorang anggota Palemen Eropa dari DPP, Mogens Camre, juga mengatakan, “Asma memerlukan pengobatan psikiatris."
Namun kata-kata kasar itu tidak berpengaruh terhadap Asma, yang bermukim di Denmark sejak usia lima tahun bersama kedua orangtuanya yang warga Palestina. Menurut Asma, kaum Muslimin harus terlibat aktif dalam pemilu dan pemberian suara untuk menentang para ekstrimis melalui lapangan politik.
“Yang saya inginkan adalah kesejahteraan sosial untuk semua rakyat Denmark. Saya menganggap pencalonan diri saya adalah wakil dari seluruh elemen rakyat Denmark dan saya tidak menganggap bagian dari kelompok atau etnis tertentu, ” demikian Asma dalam salah satu kalimat yang menjadi fokus kampanyenya.
Ia juga mengatakan bahwa dirinya akan melihat ke seluruh rakyat Denmark dengan satu sudut pandang, tanpa membedakan apakah dia imigran atau tidak, asalkan dia adalah warga Denmark maka orang tersebut mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
Asma, Muslimah berusia 25 tahun ada dalam Partai Persatuan Denmark yang menjadi oposisi pemerintah. Karenanya, ia juga menyatakan salah satu programnya adalah melakukan “reformasi pemerintah”.
Asma menegaskan dirinya takkan melepaskan jilbab sebagai identitas keIslamannya, sebagaimana prinsip yang sudah ia tunjukkan beberapa waktu sebelumnya saat ia menjadi presenter tv. Asma yang merupakan warga negara Denmark kelahiran Palestina, telah menimbulkan perdebatan hangat di Denmark saat mendeklarasikan prinsip bahwa ia akan memakai jilbab di parlemen bila ia terpilih dalam pemilu 2009.
Ketika masih menjadi presenter tv, Asma juga sudah menuai kritik dan tuduhan di berbagai media, karena mengenakan jilbab dan menolak berjabat tangan dengan yang bukan mahramnya. Kini ia kembali muncul ke publik Denmark dalam rangka kampanye pemilu.Jika terpilih, maka Asma adalah perempuan yang menjadi legislatif pertama di Eropa yang mengenakan busana muslimah. (na-str/iol)