Buya Yahya melanjutkan, Islam telah membuat wanita menjadi sosok manusia paling istimewa dengan adanya kaum laki-laki.
Ia bahkan meminta agar jemaah perempuan untuk tidak pusing-pusing menyamakan diri dengan kaum laki-laki.
“Sudah indah Islam itu membuat laki-laki menjadi imam. Paling enak Anda [wanita] itu diimami, dibimbing, diarahkan dan sebagainya.
“Nggak usah pusing-pusing, sudah dikasih terbaik, kok, mau yang pusing-pusing wanita,” terangnya.
Buya Yahya lalu memberikan sebuah dalil yang menyebutkan seorang sahabat Nabi Muhammad SAW pernah bertanya terkait hak seorang yang perlu diperhatikan.
“Sampai bertanya seorang sahabat, ‘Siapakan orang yang berhak aku perhatikan wahai ya Rasulullah?’. Dijawab dengan baik, ‘Ibumu, ibumu, ibumu’. Kurang apa?” imbuh Buya Yahya.
Ia memberikan sebuah contoh terkait kewajiban kaum laki-laki untuk menafkahi perempuan.
Buya Yahya meminta agar wanita tidak perlu berlebihan, menyamakan kedudukannya setara dengan laki-laki.
“Biarpun punya anak 20 bu, yang wajib ngasih nafkah adalah suami. Nggak ada berubah menjadi istri. Kurang apa?
“Kalau ada suami tidak memberi nafkah, itu bukan agama yang salah. Kurang apa?
“Jadi sudahlah, Masya Allah, Islam itu indah,” jelasnya.
Buya Yahya kembali menegaskan untuk berhati-hati dengan seruan kesetaraan gender yang menurutnya sangat aneh.
“Ini tuh adalah seruan kesetaraan gender, kesetaran gender, yang itu tadi tuh, yang aneh-aneh itu. Itu sebenarnya ada hubungannya dengan emansipasi,” katanya.
Kata Buya Yahya, emansipasi bukanlah pemikiran yang dianjurkan dalam Islam bagi kaum wanita. “Itu sebetulnya bukan pemikiran di dalam Islam. Maka saya tidak pernah mengatakan emansipasi,” jelasnya lagi.
Buya Yahya memberi tahu, tren kesetaraan gender atau keinginan wanita agar disamaratakan dengan laki-laki merupakan ide-ide orang barat.
“Emansipasi tidak pernah ada dalam kaum muslimin. Itu karena di negeri kafir, Eropa, karena wanita direndahkan, mereka punya tuntutan agar disamakan dengan kaum pria. Perlu kesetaraan gender,” bebernya.