Kelompok oposisi di Mesir marah besar. Kali ini bukan karena referendum amandemen undang-undang dasar yang menghebohkan itu. Tapi karena ulah Depdiknas Mesir yang menerbitkan buku pendidikan nasional untuk tingkat sekolah dasar.
Pasalnya, buku yang pendanaannya dari AS itu diduga mengajarkan kultur Barat yang tidak sesuai dengan kultur Mesir.
Buku yang disebut "Farhaanah Tajarradat Malaabisahaa" (Si Periang yang Melucuti Pakaiannya) itu, merupakan buku yang isinya menjelaskan apa yang boleh dan tidak boleh dikerjakan seorang anak. Menurut anggota parlemen dari kelompok oposisi, buku itu memberikan contoh-contoh kultur kebebsan seks dan bertindak, yang sama sekali tidak menghormati tradisi-tradisi rakyat Mesir.
Karena itu, mayoritas oposisi di parlemen dan seorang anggota dari partai pemerintah menyatakan mosi tidak percaya terhadap Mendiknas Yasri Al-Jamal. Al-Jamal dituduh sebagai biang kerok adanya intervensi AS dalam penyusunan buku pendidikan nasional.
"Kementerian telah memberi izin USAID untuk mencetak buku pendidikan nasional dan membagikannya kepada anak-anak murid di 8 provinsi, " ujar Mustafa Bakri, anggota parlemen dari unsur independen.
Lebih lanjut dikatakan Bakri, masuk nya AS sebagai donatur pengadaan buku ini merupakan serangan kultur Barat yang targetnya mengenyahkan identitas Mesir dan mengajak masyarakat Mesir pada kebebasan.
Di antara isi buku yang tak sesuai itu, lanjut Bakri, bacaan berjudul "Pencuri yang Jujur" dan "Farhanah yang keluar rumah dengan bertelanjang menuju ke sebuah pesta."
Bakri menyatakan kekesalannya terhadap Depdiknas, "Bagaimana mungkin Depdiknas di negeri Al-Azhar memberikan izin kepada USAID untuk menghapus identitas kita hanya dengan 100 juta dollar."
Atas reaksi pihak-pihak oposisi itu, Mendiknas Al-Jamal menyatakan kesiapannya untuk merevisi buku Pendidikan Nasional itu. Namun, Al-Jamal tetap menilai bahwa tindakannya yang diambilnya untuk bekerja sama dengan USAID itu bukanlah hal yang keliru.
Sementara terkait kisah "Farhanah yang pergi ke pesta dengan telanjang", Al-Jamal mengatakan bahwa kisah itu justru merupakan bahan diskusi untuk anak murid agar merka tahu bahwa pergi ke pesta dengan telanjang itu perbuatan yang keliru.(ilyas/iol)