Sudah tiga minggu ini para siswi sekolah di Pakistan melakukan aksi protes terhadap pembongkaran masjid-masjid yang dilakukan pemerintah Pakistan. Mereka menegaskan tidak akan membubarkan diri, sampai pemerintah menyatakan akan membangun kembali enam masjid yang telah dibongkar selama beberapa tahun belakangan ini.
Bilal Abbasi, salah seorang siswi berusia 19 tahun yang ikut berunjuk rasa di depan Masjid Lal di kota Islamabad mengatakan, ia dan rekan-rekannya ingin melindungi madrasah dan masjid-masjid
Sementara sejumlah siswi pesantern Jamia Hafsa yang melakukan aksi duduk di depan gedung perpustakaan anak-anak di Islamabad bersumpah tidak akan mengakhiri aksinya kecuali pemerintah mau membangun kembali masjid-masjid yang sudah dibongkar.
Surat kabar New York Times, edisi Rabu (21/2) yang melansir berita aksi para siswi tersebut menulis, pemerintah Pakistan beralasan masjid-masjid itu dibongkar karena didirikan di atas tanah negara.
Pemerintah Pakistan menyatakan tidak akan memenuhi semua tuntutan para siswi yang berunjuk rasa itu dan hanya bersedia membangun kembali satu masjid saja. Pernyataan itu tidak memuaskan para pengunjuk rasa, mereka menegaskan tidak mau berkompromi.
Para siswi itu membentuk komite aksi dan membentangkan spanduk-spanduk dengan tulisan-tulisan berisi kecaman pada pemerintah. Mereka juga meminta pemerintah Pakistan menarik kembali surat perintah pembongkaran terhadap sepuluh masjid lainnya dan mendesak pemerintah mengeluarkan surat keabsahan atas 81 masjid yang selama ini dianggap ilegal oleh pemerintah.
Sejumlah ulama di Pakistan mendukung aksi para siswi tersebut. Pengelola pesantren Jamia Hafsa dan Masjid Lal, Abdul Rashid Ghazi mengatakan, setiap orang punya hak untuk melakukan protes. Ia menepis kemungkinan bahwa aksi itu akan berubah menjadi aksi kekerasan.
"Pelajar adalah pelajar. Mereka masih muda dan emosional, " kata Ghazi.
Dukungan terhadap para siswi itu juga datang dari Menteri Agama, Ijaz ul-Haq. "Biasanya, dalam Islam, ketika sebuah masjid akan dibongkar, perlu musyawarah dengan para ulama dan cendikiawan. Dalam kasus ini, tidak ada konsep yang legal, " ujar ul-Haq seperti dikutip New York Times.
Ia meminta pemerintah menghormati tuntutan masyarakat dan menghentikan pembongkaran masjid-masjid yang sudah berlangsung lama, karena telah menimbulkan keresahan di masyarakat.
Hal yang sama diungkapkan Ghazi, yang selama ini terkenal vokal mengkritik dukungan pemerintah Pakistan terhadap AS dalam perang melawan terorisme. Ia menyatakan, membangun masjid di tanah milik publik, tidak melanggar hukum negara dan hukum agama.
Masyarakat Pakistan banyak yang merasa bahwa langkah pemerintah membatasi izin pendirian masjid, sebagai bagian dari kebijakan liberal Presiden Pervez Musharraf.
Hasil sebuah survei yang dilakukan lembaga survei Gallop di Pakistan belum lama ini menunjukkan bahwa mayoritas responden atau sekitar 71 persen responden ternyata lebih percaya pada para ulama ketimbang politisi. Hanya 29 persen responden saja yang mengatakan bahwa para politisi bisa dipercaya. (ln/iol)