Tindakan keras mencakup penahanan paksa, sterilisasi massal atau pemasangan alat kontrasepsi paksa, pemaksaan asimilasi, “pendidikan ulang”, dan memaksa warga Uighur yang ditahan bekerja di pabrik-pabrik.
Tuduhan genosida
The New York Times telah melaporkan serangkaian dokumen identik yang dibocorkan kepada mereka pada tahun 2019, tetapi tidak semuanya tersedia untuk umum.
Dalam sebuah laporan dokumen, Dr Zenz mengatakan analisisnya menunjukkan hubungan antara pernyataan yang dibuat oleh tokoh-tokoh pemerintah dan kebijakan selanjutnya yang diterapkan terhadap Uighur “jauh lebih luas, rinci dan signifikan daripada yang dipahami sebelumnya”.
China mendapat tekanan internasional yang masif terkait dugaan pelanggaran HAM di Xinjiang.
Pergeseran nyata dalam pendekatan China ke wilayah tersebut dapat ditelusuri kembali ke dua serangan brutal terhadap pejalan kaki dan penumpang transportasi di Beijing pada 2013 dan kota Kunming pada 2014, di mana pemerintah China menyalahkan serangan itu ke kelompok Islam dan separatis Uighur.
Pada 2016 dan selanjutnya, China membangun kamp “pendidikan ulang” untuk Uighur dan Muslim lainnya. China juga telah menerapkan strategi kerja paksa, dengan mengerahkan orang-orang Uighur untuk memetik kapas di Xinjiang.
Selain itu, muncul laporan tentang China yang secara paksa mensterilkan para perempuan Uighur untuk menekan populasi, memisahkan anak-anak dari keluarga mereka, dan berusaha agar warga melanggar tradisi budaya kelompok etnis mereka.
Beberapa negara, termasuk AS, Kanada, dan Belanda, menuduh China melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
China dengan keras membantah tuduhan ini, mengatakan tindakan keras di Xinjiang diperlukan untuk mencegah terorisme dan membasmi ekstremisme Islam, dan kamp-kamp itu adalah alat yang efektif untuk “mendidik ulang” narapidana dalam perjuangannya melawan terorisme.[merdeka]