Bocah Yang Selalu Diancam Oleh Bom Setiap Waktu

Zahra menyibakkan rambut ikalnya yang gelap dari wajahnya, hidungnya menekuk saat ia menatap papan tulis. Dia melihat ke bawah untuk menulis dan kemudian berhenti sejenak, meletakkan kelingking di dagunya dan berpikir.

Seperti galibnya bocah berumur 7 tahun, yang sangat disukainya di sekolah adalah permainan. "Petak umpet," katanya, terkikik malu-malu. "Saya suka petak umpet."

Tapi tak peduli seberapa kerasnya ia mencoba, ada beberapa hal yang membuat gadis kecil ini dan teman-temannya tidak dapat bersembunyi. "Saya takut dari bom," ia menghela napas. "Saya sangat takut."

Zahra tinggal di Peshawar, ibukota Pakistan, terselip tepat di Khyber Pass berikutnya yang mengarah  ke Afghanistan.

Ketika militer Pakistan memulai serangan beberapa kampung di Peshawar, ada 3 juta rakyat yang menanggung pengeboman brutal yang sedang berlangsung. Tiba-tiba tidak ada lagi tempat yang aman. Kehidupan rakyat hancur sebagaimana kota mereka. Sebuah bom truk di sebuah pasar yang sering dikunjungi oleh perempuan dan anak-anak bisa menewaskan lebih dari 100 orang.

Pos-pos pemeriksaan bermunculan di seluruh kota, dimaksudkan untuk memberikan rasa aman. Tetapi pada saat yang sama, bom tetap saja dipasang dimana-mana.

Sekolah Zahra terselip di sebuah gang di Peshawar. Sampai saat ini, pintu sekolahnya masih terkunci, para sopir bus bertindak sebagai penjaga tambahan dan orangtua dianjurkan datang untuk mendampingi.

"Ketika ada ledakan," kata Zara, berhenti sebelum ia melanjutkan, "rasanya seperti membayangkan mayat tergeletak di tanah."

Matanya melebar dan dia cekikikan. "Saya merasa takut."

Ia mungkin tertawa, tapi psikiater mengatakan anak-anak berhadapan dengan musuh tak berwajah dan tak dikenal. Mereka tersenyum tapi menipu. “Itu satu-satunya mekanisme si anak," Dr Rizwan Taj, seorang psikiater di Islamabad, mengatakan. "Anak membutuhkan konseling, perlindungan, dan mereka tidak mendapatkan itu."

Untuk saat ini, Zara dan teman-temannya yang tersisa, mencoba bertahan hidup di dunia yang mereka tua. Mereka tidak bisa memahami, namun mereka menyadari, sekecil itu, bahwa hari yang mereka jalani, bisa menjadi hari mereka yang terakhir. Adakah tentara Amerika menyadari hal ini? (sa/cnn)