Tokoh Sufi Kontemporer
Syaikh Al Buthi juga dikenal sebagai tokoh tasawuf kontemporer. Di Masjid Al Buthi, Damaskus, setiap Jumat bakda Ashar, Syaikh Al Buthi membahas kitab Ar Risalah Al-Qusyairiah yang disampaikan langsung olehnya.
Dalam tasawuf, Syaikh Al Buthi termasuk yang berada di posisi moderat. Ia berusaha menempatkan dirinya pada posisi yang paling tepat dalam menghadapi persoalan tasawuf, antara kelompok yang menolak dan kelompok yang berlebihan menerimanya.
Syaikh Al Buthi menerangkan bahwa istilah tasawuf adalah istilah yang tidak memiliki asal.
Memang ada yang mengatakan bahwa Tasawuf berasal dari kata Shuuf (bulu domba), Ahlus Shuffah (penghuni Shuffah), Shafaa (jernih), Shaff (barisan) dan lain-lain.
Namun teori-teori itu tidak ada yang tepat menurut beliau sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Qusyairi sendiri dalam kitabnya.
Namun yang menjadi fokus pembahasan bukanlah itu, yaitu meributkan masalah nama atau istilah yang takkan pernah ada habisnya, karena setiap orang bisa membuat istilah sesuka hatinya.
Yang menjadi fokus adalah substansinya. Oleh karena itu, ada sebuah ungkapan yang sudah sangat masyhur di kalangan para ulama dan santri, “La musyahata fil ishthilah (tidak perlu ribut karena membahas istilah).”
Banyak orang berbondong-bondong mengumandangkan genderang dan mengibarkan bendera perang terhadap apa yang disebut Tasawuf. Buku-buku ditulis, pengajian-pengajian digelar, perang opini dikobarkan. Semuanya dengan satu tujuan, memberangus Tasawuf dari muka bumi. Sementara itu, di sisi lain berbondong-bondong pula orang yang siap membela mati-matian Tasawuf. Padahal, banyak di antara mereka yang tidak mengerti dan tidak memahami apa hakikat dari istilah Tasawuf itu sendiri. Ironis.
Syaikh Al Buthi berkata, “Jika tasawuf yang kalian maksud itu adalah pelanggaran-pelanggaran terhadap syariat seperti ikhtilath (campur baur) laki-laki dengan perempuan dan lain-lain, maka aku akan berdiri bersama kalian dalam memerangi tasawuf. Namun jika yang kalian perangi adalah perkara-perkara yang memang berasal dari Islam seperti tazkiyatun nafs (penyucian jiwa), akhlak dan lain-lain, maka berhati-hatilah!”
Beliau juga sering mengulang-ulang perkataan ini, “Namailah sesuka kalian: tasawuf, tazkiyah, akhlak atau yang lainnya selama substansinya sama.”
Menurutnya istilah tidaklah sedemikian penting dibandingkan dengan subtansinya selama dalam batas-batas yang bisa ditolerir.
Syaikh Al-Buthi bahkan menegaskan dalam ceramahnya, “Saya sengaja berusaha sebisa mungkin untuk tidak menggunakan istilah tasawuf dalam kitab saya, Syarah Hikam Athaillah, demi menjaga perasaan saudara-saudara kami yang sudah termakan opini bahwa tasawuf bukanlah dari Islam.”