Jum’at (3/3), sejumlah petinggi Hamas menginjakkan kaki di Moskow, ibukota Rusia. Sejumlah pembicaraan tentang perdamaian Timur Tengah pun bergulir. Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, meminta Hamas tetap komitmen dengan seluruh kesepakatan yang pernah dilakukan pemerintah Palestina sebelum Hamas. Kantor Berita Interfax Rusia menyebuytkan bahwa awal pembicaraan dengan Hamas, Menlu Rusia mengatakan, "Kami berharap Hamas memberi kontribusi untuk komitmen penuh dan menyeluruh terhadap semua kesepakatan perdamaian sebelum ini." Menurut Lavrov, Hamas sangat mungkin berinteraksi dengan Rusia dan meminta dukungan dari Rusia secara bilateral, sebagai anggota tetap di DK PBB dan Kelompok Negara Kwartet Internasional. Berhasilkah Rusia melunakkan Hamas?
Rusia yang ingin juga berperan di Timur Tengah, menurut sejumlah pengamat, sudah menjustifikasi sulit menjatuhkan Hamas. Dan karenanya, Rusia cenderung lebih memilih langkah mengakomodasi Hamas dengan berupaya menggiring Hamas pada jalur legal sesuai dinamika Negara Kwartet.
Di sisi lain, sejumlah petinggi Hamas, antara lain Khalid Misy’al-yang bertemu dengan Menlu Rusia mengatakan bahwa apapun pembahasan politik dengan Israel harus bersyarat, yakni Israel harus mundur dari wilayah pendudukan tahun 1967. Tidak hanya itu, menurut kepala Biro Politik Hamas yang pernah lolos dari upaya pembunuhan keji Mossad itu, Israel juga harus setuju hak kepulangan para pengungsi Palestina, mengakui seluruh hak bangsa Palestina yang sah. Jika itu tidak dilakukan, tambah Misy’al, tak ada dialog politik dengan Israel.
Tampaknya Rusia akan sulit menundukkan pandangan dan prinsip perjuangan Hamas. Sebab Misy’al-dalam pertemuan itu justru mengungkit peran pengkhianatan Israel dalam perjanjian Road Map. "Kami ingin mewujudkan perdamaian di Timur Tengah, tapi perdamaian tak mungkin terwujud sebelum pendudukan dihilangkan," kata Misy’al. Ia kemudian melontarkan bahwa Israel telah melanggar poin perdamaian Road Map yang pernah disepakati dengan pemerintahan lama. "Masalahnya bukan ada pada Hamas, tapi pada Israel. Mereka menolak implementasi road map. Saya melihat masalahnya bukan pada rakyat Palestina tapi pada pendudukan Israel itu," katanya.
Sementara itu, menurut Musa Abu Marzuq wakil Biro Politik Hamas dalam keterangannya dengan Kantor Berita Rusia menyebutkan, "Masalah gencatan senjata dengan Israel sangat tergantung dengan perilaku Israel sendiri. Syarat utama yang harus dilakukan Israel adalah, menghentikan serangan militer yang setiap hari mereka lakukan terhadap rakyat Palestina." Ia menambahkan, bahwa sebelum melakukan dialog apapun Israel harus mengakui hak Palestina. Meski demikian Abu Marzuq menegaskan, bagaimanapun komunikasi yang dilakukan antara pemerintah Palestina dengan Israel sebagai penjajah, harus dilakukan.
Tentang kedatangan Hamas ke Rusia, Misy’al-mengatakan kehadirannya adalah untuk memenuhi undangan pemerintah Rusia, Vladimir Putin. Hamas ingin mendengar bagaimana sikap Rusia terhadap Hamas, dan bagaimana pula upaya menyambung hubungan dengan masyarakat internasional. "Kami memandang kunjungan ke Moskow sebagai kunjungan ke sebuah ibukota negara besar, untuk menjembatani hubungan kami dengan dunia internasional," jelasnya. (na-str/iol)