Pusat Perlindungan HAM Palestina yang berbasis di Ghaza mengeluarkan laporannya soal fakta penyiksaan yang dilakukan di penjara-penjara aparat keamanan Palestina di Tepi Barat. Dalam laporan tersebut, para aktifis HAM menuntut agar segera dilakukan penyelidikan dan menyeret pelaku penyiksaan itu ke meja hijau.
Pusat Pemantau HAM yang dianggotai sejumlah pakar dari berbagai lokasi di Palestina menyampaikan kegundahannya terhadap sejumlah mantan tahanan yang mendapat penyiksaan dan tindakan kekerasan saat mereka diinterogasi. Dan hal ini jelas bertentangan dengan undang-undang HAM internasional.
Laporan pemantau HAM memuat penuturan para korban sendiri saat mereka ditangkap dan dikurung oleh aparat keamanan pemerintahan pro Abbas di Tepi Barat. Meski kesaksian itu ditolak mentah-mentah oleh pemerintaha kabinet Fayadh di Tepi Barat, namun para aktifis HAM tetap menuntut adanya tim penyelidikan kasus ini, hingga terungkap fakta sebenarnya.
Beberapa contoh penyiksaan dalam laporan itu disampaikan oleh keluarga Ahmad Thahir Muhsin (92) sebagai orang tua dari anaknya yang bernama Muhammad Ali (30). Thahir Muhsin tinggal di kampung Naqura, Barat Laut Nablus, dan mendapat perilaku kasar. Saudara laki-laki Muhammad yang menyaksikan peristiwa itu mengatakan, “Ada dua orang yang mendorong ayahku dan memukul mukanya dengan tangan. Setelah itu ada salah satu orang yang menembakkan senjata ke pintu pintu rumah yang terkunci. Setelah itu mereka mendobrak pintu sampai terbuka dan mendapatkan saudaraku, Muhammad sedang duduk di dalamnya. Muhammad kemudian dipukul dengan tongkat di punggungnya. ”
Sementara Umar Mahmud Umar Ahmad (31), warga kampung Firaun Selatan Tolkarem, menuturkan kisah lain. “Saya dipanggil untuk diinterogasi soal keanggotaan saya dalam organisasi Hamas. Mereka meletakan saya di sebuah ruangan yang sangat kecil, yang luasnya hanya dua kali dua meter persegi. Di dalamnya ada sebuah kasur, tapi penjaga mengambil kasur itu ketika saya masuk ke dalam ruangan itu. ”
Umar menambahkan, “Mereka mengikat bagian kepalaku dengan kain hijau dan seorang penjaga menghentikanku di dalam penjara, mencaci maki dengan kata-kata yang sangat kasar. Aku menyampaikan kondisi kesehatanku, tapi ia tidak mau mendengar. Setiap kali aku ingin bersandar ke tembok, penjaga penjara segera memukul tembok dan memaksa saya untuk segera berdiri di tengah ruangan. ”
Ada lagi mantan tawanan bernama Hisyam Husein Tharda (22), penduduk Al-Khalil yang menceritakan, “Saya dibawa masuk ke sebuah ruang tahanan yang sempit di bawah tanah dan beberapa kali diinterogasi tentang aktifitas saya dalam organisasi Hamas dan pengamanan. Saya mengalami pukulan berulangkali, dan disakiti oleh dua orang para anggota keamanan. Saya dipukul dengan tangan, ditendang dengan kaki, di dalam penjara, sebelum memasuki fase interogasi berikutnya. Saya juga mendengar teriakan salah seorang tawanan di ruang lain ketika itu. ”
Pihak Fatah, mengak siap untuk diselidiki dalam kasus ini. Mereka tetap menganggap apa yang diceritakan itu adalah kedustaan belaka untuk membela para mata-mata yang disusupkan ke barisan Fatah. (na-str/aljzr)