Pekan kemarin, The Washington Post, salah satu harian terbesar di AS menurunkan berita dengan headline foto seperti ini; di sebelah kiri, seorang perempuan Palestina kehilangan lima orang anaknya akibat agresi militer Israel. Di sebelah kanannya, dengan ukuran foto yang sama, seorang perempuan Israel menutup wajahnya—stres karena perang, begitu bunyi keterangan di bawahnya.
Perempuan Palestina itu tengah menangisi dan memeluk mayat salah satu anaknya. Sementara satu anaknya yang tersisa, menangis di samping ibunya tersebut. Di gambar sebelah, si perempuan Israel sama sekali tak terluka namun ia pun menangis.
Ini adalah gambaran nyata bagaimana media AS menggambarkan situasi Gaza saat ini. Jika saja seorang perempuan Israel kehilangan lima anaknya karena serangan balasan pejuang Palestina, akankan The Washington Post menurunkan foto yang sama dengan memajang foto seorang perempuan Palestina tak berdaya yang diteror perang Israel sepanjang hidupnya?
Media AS selama ini tak pelak telah menjadi refleksi dari pemerintahannya sendiri yang sangat dekat dengan Israel. Mereka selalu saja memprioritaskan perspektif dari Israel, bukan dari Palestina. Media AS juga kerap melakukan pendekatan waktu yang tidak seimbang. Misalnya saja, semua media AS menyebutkan bahwa agresi militer Israel hanya “sebuah ketegangan konflik yang memuncak.” ABC News menyebut peristiwa Gaza sebagai “Kekerasan di Timur Tengah.” Begitu juga dengan NBC, hampir tiada bedanya. Semua reporter AS melaporkan dengan narasi yang juga sama: Israel menginginkan gencatan senjata, Israel hanya mengincar Hamas, dan Israel mengirim bantuan untuk korban dan membantunya meninggalkan area perang.
Tidak ada satupun media di AS yang menampilkan foto-foto korban kebiadaban Israel. Adapun foto dan gambar yang sekarang tengah banyak beredar, adalah hasil dari orang-orang atau wartawan Palestina dan negara Arab langsung tanpa proses editing apapun. (sa)